Hal itu dikatakannya dalam Ceramah Kebangsaan Akhir Tahun Prabowo Subianto, di Hambalang, Bogor, yang diunggah di di laman Facebook-nya, Minggu (30/12).
"Saya dapat laporan di RSCM ada alat pencuci ginjal, harusnya itu punya saluran-saluran dari plastik, dari karet, dari alat-alat dipakai satu orang satu kali. Saya dengar di RSCM hari ini dipakai 40 orang," kata Prabowo, disambut suara terkejut sejumlah peserta yang hadir.
[Gambas:Videofb]
"Orang sakit ginjal harus hidup dari pencucian darah. Bisa dapat macam-macam [penyakit jika selang dipakai banyak orang]. Hepatitis A, B, C, malaria, HIV. Bayangkan. Ini menurut saya, negara kita ini gagal melayani rakyat," ujarnya.
Tak hanya itu, Prabowo juga mengklaim permasalahan keuangan di BPJS Kesehatan juga membuat pemberian gaji para tenaga medis tertunggak beberapa bulan.
"Rumah sakit sudah tidak dibayar berbulan-bulan. BPJS sudah utang. Tokoh-tokoh dokter di beberapa tempat tidak dibayar gaji enam bulan, dokter dan paramedis," kata Prabowo.
Sebelumnya, klaim serupa pernah disampaikan oleh Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Hashim Djojohadikusumo, saat berkunjug ke kantor CNN Indonesia TV, Kamis (20/12).
Ia menyebut masalah defisit anggaran di BPJS Kesehatan memaksa sejumlah rumah sakit umum daerah untuk mengurangi kualitas layanannya kepada pasien.
Di antaranya, memakai selang cuci ginjal berulang kali oleh beberapa orang, alat kesehatan kualitas rendah dan bukan orisinal alias KW. Di samping itu, pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit menunggak selama enam bulan, pemberian gaji kepada dokter menunggak hingga tiga bulan.
"Pasien cuci darah alat dipakai sekali, disposable. Di Indonesia sudah lama dipakai tiga kali, tujuh kali, belakangan [dipakai] 40 kali," ujarnya.
Hashim menyebut hal itu berdasarkan pengakuan enam dokter kepadanya. Namun, ia enggan mengungkap lebih jauh identitas tenaga medis itu kepada pewarta.
Menurut Hashim, yang dilakukan para dokter itu, seperti pemakaian selang cuci darah berulang, karena terpaksa oleh keadaan.
"Pasien kami kena hepatitis semua. Kami malpraktek, fraud, dipaksa pemerintah. Meski hati nurani tidak sesuai," kata Hashim menirukan para dokter itu.
Terkait hal ini, Direktur Medik dan Keperawatan RSCM Sumariyono membantah pihaknya menggunakan satu selang cuci darah untuk beberapa orang.
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
|
Menurutnya, RSCM menerapkan dua jenis penggunaan alat kesehatan, yakni sekali pakai (single use) dan pemakaian berulang (reuse). Untuk selang cuci darah sendiri, RSCM menurut Sumariyono memang sempat menggunakannya untuk beberapa kali pemakaian namun hanya untuk pasien yang sama.
"Kami sejak 2012 sudah menggunakan single use, satu kali untuk satu pasien," ucap Sumariyono.
Kalau untuk mesin cuci darah atau dialiser menurutnya memang digunakan untuk berulang kali dan banyak pasien.
"Mesin digunakan banyak pasien. Mesin untuk menggerakkan [darah dalam proses hemodialisis] saja," ucapnya.
Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti juga menepis tudingan bahwa masalah anggaran di BPJS Kesehatan berdampak pada pemberian gaji bagi tenaga medis. Pihaknya sudah mengatur efisiensi anggaran lewat Kendali Mutu Kendali Biaya (KNKB). Alhasil, pihak RS bisa menyisihkan dana untuk gaji ataupun remunerasi pegawai.
"Rumah sakit pemerintah sudah memiliki rancangan anggaran, alokasi per bulan sudah mengatur. RSCM tidak pernah gagal bayar ke pegawai," kata Lies.
Lies mengakui kadang ada keterlambatan pencairan dana dari BPJS Kesehatan kepada pihaknya hingga dua bulan. Namun, itu diakuinya tak berdampak pada layanan. Sebab, RSCM bisa menerapkan sistem subsidi silang berkat pengelolaan unit layanan non-BPJS Kesehatan yang memberi profit. Misalnya, paviliun Kencana.
"[Keterlambatan BPJS Kesehatan] 1-2 bulan sekarang. Tapi pendapatan RSCM begitu besar. Misalnya dari paviliun, piutang lancar, enggak macet. Kalaupun [pembayaran] terlambat [BPJS Kesehatan] pasti akan bayar," tuturnya.
Di samping itu, lanjut Lies, ada pula layanan jaminan kesehatan jenis lain di luar BPJS Kesehatan, seperti Jasindo dan Jamkesda.
"BPJS Kesehatan satu bagian saja. Setiap menajemen cari alternatif lain, enggak berpaku pada [BLJS Kesehatan] itu, bagaimana subsidi silang," jelas dia.
"Saya berharap [isu] ini tidak jadi meresahkan masyarakat," tandas Lies.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengklaim defisit keuangan lembaganya mencapai Rp16,5 triliun.
Sementara, hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebut defisit lembaga itu sebesar Rp10,98 triliun.
Pemerintah pun sudah menyuntikkan dana dari APBN sebesar APBN untuk BPJS Kesehatan mencapai Rp10,25 triliun dalam dua tahap untuk menutup defisit itu. (arh/sur)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2F2XLJ6
No comments:
Post a Comment