"Pertama di wilayah pribadi, tentu ada banyak misteri tentang kenapa orang berumur 70 tahun membiarkan dirinya jatuh ke dalam lembah keterangan dusta dan kesaksian palsu," kata Fahri dalam pesan singkatnya, Rabu (3/10).
Hal itu merujuk pengakuan penganiayaan Ratna yang disampaikan di antaranya kepada calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, Wakil Ketua DPR Fadli Zon hingga Amien Rais.
Selain itu, menurutnya kasus Ratna ini juga memiliki dimensi politik karena telah menjadi kegaduhan dalam jagat politik di tengah duka bencana.
"Itu akan punya konsekuensi, baik sosial maupun politik tapi yang penting adalah menelisik apakah kelakuan seperti itu cukup dimaafkan atau miliki konsekuensi hukum, terutama kepada Ibu Ratna yang tega berikan keterangan bohong pada orang-orang penting tersebut," ujarnya.
Untuk itu, karena persoalan yang kompleks dan peristiwa serupa tidak terulang di masa depan, Fahri menilai harus ada pertanggungjawaban dari pribadi-pribadi tertentu yang terlibat. Meski, dia tidak menyebutkan siapa saja yang harus bertanggung jawab.
"Karena apapun peristiwa ini telah terjadi dan sebabkan di masyarakat kita muncul kesimpangsiuran bahkan lahirkan kemarahan. Untung kemarahan tertahan, seandainya berlanjut tentu berbahaya sekali," kata dia.
"Sekali lagi ini miliki dimensi hukum yang penting untuk dikaji oleh penegak hukum," katanya.
Sebelumnya, melalui konferensi pers Ratna Sarumpaet mengakui bahwa dia mendatangi rumah sakit khusus bedah pada 21 September 2018 lalu. Dia mengatakan kedatangannya untuk menemui dokter ahli bedah plastik di Jakarta.
"Kedatangan saya ke situ karena kami sepakat dia menyedot lemak pipi kiri," kata Ratna dalam konferensi pers di rumahnya, kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Pernyataan Ratna itu merupakan klarifikasi atas beredarnya informasi yang menyatakan bahwa Ratna mengalami tindak kekerasan di Bandung, Jawa Barat pada 21 September itu.
(swo/DAL) from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2xYvQF4
No comments:
Post a Comment