"Bukan FPI yang berbahaya, tapi yang mau presiden dipilih MPR," tuturnya melalui pesan singkat, Sabtu (30/11).
Menurutnya, FPI adalah kaum miskin perkotaan yang selama ini melakukan perjuangan. Mereka kini mendapat kepercayaan dari masyarakat kelas menengah karena sedang tidak ada yang memimpin perlawanan terhadap pemerintah.
Sementara pihak yang ingin presiden dipilih kembali lewat MPR, menurut Andi, adalah mereka yang keluar batas. Termasuk juga pihak yang mendambakan masa jabatan presiden diperpanjang hingga tiga periode.
Andi menyamakan pihak yang ingin presiden kembali dipilih MPR dan masa jabatan presiden menjadi tiga periode dengan gelagat Masyumi dan PKI di masa silam. Menurutnya, sama-sama keluar batas.
"Masyumi dan PKI dibubarkan pimpinannya keblinger memilih pemberontakan, keluar batas. Adakah yang ingin keluar batas saat ini? Ya itu yang mau priode 3 kali dan pilihan Presiden MPR. Ngakalin," tutur Andi.
Diketahui, partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dibubarkan pada 1960 oleh Presiden Soekarno lantaran pimpinannya terlibat dalam pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta (PRRI/Permesta). Kala itu Sutan Sjahrir dari PSI dan Syafruddin Prawiranegara dari Masyumi terlibat.
Sementara PKI dibubarkan pada 1966 lantaran beberapa kadernya terlibat dalam Gerakan 30 September 1965. Mereka menculik sejumlah perwira tinggi dan menengah TNI AD.
"Mana yang lebih berbahaya, FPI atau para pengusung ide tiga periode jabatan Presiden dan Presiden dipilih langsung MPR? Praktek kekerasan negara berkepanjangan akibat munculnya otoritarian akan dilahirkan oleh terwujudnya ide kedua," kata Andi.
Wacana pemilihan presiden kembali lewat MPR kembali menguat. Pernah diutarakan ketua MPR Bambang Soesatyo pada Agustus lalu.
Kini, wacana tersebut kembali menjadi pembicaraan publik lantaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberikan dukungan. Menurut PBNU, dukungan terhadap ide pemilihan presiden lewat MPR sesuai dengan Munas Alim Ulama PBNU 2012 lalu.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menyatakan para kiai-kiai senior NU menganggap pemilihan presiden secara langsung menimbulkan ongkos politik dan ongkos sosial yang tinggi.
"Kemarin baru saja betapa keadaan kita mendidih, panas, sangat mengkhawatirkan. Ya untung tidak ada apa-apa. Tapi apakah lima tahun harus kaya gitu? Itu suara-suara para kiai pesantren yang semua demi bangsa demi persatuan. Tidak ada kepentingan politik praksis, tidak," kata Said usai bertemu Bambang Soesatyo di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (27/11).
Sejauh ini, PKB dan NasDem mendukung usulan tersebut. Bahkan PKB berupaya membuat semua fraksi di parlemen untuk turut memberikan dukungan agar amendemen UUD 1945 mencakup perubahan pemilihan presiden.
No comments:
Post a Comment