Ki Manteb telah mendalang selama lebih dari enam puluh tahun. Pementasan pertamanya berjalan selama enam jam, kala ia baru berusia delapan tahun. Sejak itu, ia selalu meyakini jadi dalang adalah jalan hidup.
Ia tidak berusaha melawan, atau memilih. Ki Manteb menerima dengan ikhlas, dan melakukan yang terbaik. Menurutnya, ia adalah generasi keempat dalam keluarga yang menjadi dalang. Mendalang sudah bukan keharusan, hanya sebuah takdir.
Bukannya tanpa aral lintang. Ki Manteb melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sang ayah tidak selalu bisa memenuhi kebutuhan keluarga dengan menjadi dalang. Ia sendiri pernah mengalami surutnya popularitas perwayangan, tergeser oleh kuasa kaset pada eranya.
"Di era [tahun] 1975, wayang surut. Kata orang, kata orang loh ya, kalah dengan kaset. Orang punya gawe (acara) gede-gede yang nyetel kaset. 'Timbang wayang koyo ngono wae, penak ngerungokke kaset' (daripada wayang yang cuma gitu-gitu aja, lebih enak mendengarkan kaset)," kata Ki Manteb kepada CNNIndonesia.com.
Ki Manteb Soedharsono, mendalang sejak usia delapan tahun. Ia belum akan berhenti. (CNN Indonesia/ M Andika Putra)
|
Ia menolak kalah. Ki Manteb pun berinovasi dengan memasukkan unsur instrumen modern dalam pertunjukan wayangnya. Itu bukan yang pertama. Sebelumnya, karena kesukaan pada aksi laga Bruce Lee dan Jackie Chan, ia melahirkan gerakan-gerakan 'sabetan' yang akhirnya menjadi ciri khas pria yang mengaku tak pernah meminum air putih itu.
Bukan berarti ia tak tergoda oleh rasa bosan. Melihat hal-hal yang sama, seperti kelir, sinden, wayang, dan gamelan, selama puluhan tahun pun membuatnya sempat ingin menyerah.
"Waduh, mata saya sebenarnya sudah 'sepet' (capek) sekali," kata Ki Manteb.
Ia lalu berpikir, dan menyadari bahwa sudah pilihannya untuk menjadi dalang.
Ki Manteb melanjutkan, "[Berpikir] begini, 'lah aku ora ndalang, aku arep mangan opo?' (kalau saya tidak mendalang, saya mau makan apa?). Ya kan? Saya dapat duit ya dari ini [mendalang]. Ya sudahlah."
Konsistensi Ki Manteb akhirnya mendapat pengakuan. Namanya membesar di skala nasional, ia kerap diundang tampil di hadapan petinggi negara. Presiden boleh berganti, tetap Ki Manteb yang mendalang.
Ki Manteb Soedharsono terkenal akan kecepatan tangannya. (CNN Indonesia/ M Andika Putra)
|
Hal itu belum termasuk pencatatan rekor mendalang selama 24 jam 28 menit, capaian yang belum terpatahkan hingga saat ini. Di gelaran itu, Ki Manteb hanya minum es teh kala siang dan kopi setelah malam menjelang, serta makan telur rebus, tanpa sekalipun beranjak dari duduknya.
Mata dunia memandang ketika UNESCO menetapkan Ki Manteb sebagai penerima penghargaan UNESCO Awards pada 2004. Di hadapan 130 perwakilan negara lain, ia mementaskan cerita Dasamuka Lena. Saat itu, ia membawa serta penabuh gamelan dan sinden untuk mengiringi penampilan.
UNESCO bukan satu-satunya yang jatuh hati terhadap wayang dan kehandalan Ki Manteb. Tercatat, ia sudah pernah tampil di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, sampai Jepang dan Thailand.
Ketika mendalang di Spanyol, ia mengklaim tak kurang Raja Spanyol sendiri yang menonton aksinya.
Ki Manteb belum akan berhenti. Malahan ia sempat pula menjadi pengajar di Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia, Surakarta. Di tempat yang sama, ia juga menerima gelar Empu Tantular, gelar tertinggi yang setara guru besar atau profesor.
Untuk merayakan kehidupan dan perjalanan Ki Manteb di dunia wayang, CNNIndonesia.com pada Minggu (1/12) ini akan mengupas lebih dalam, lebih jauh soal Ki Manteb Soedharsono lewat fokus Jalan Sunyi Ki Manteb. Tentang masa kecil, kehidupan keluarga, sampai kondisi ekonomi yang akan menggambarkan karakter lelaki yang masih memilih tinggal di desa sampai saat ini tersebut.
Ki Manteb mungkin hanya pria Jawa biasa. Atau, bisa jadi ia adalah dalang 'setengah dewa'. Setidaknya, seperti komentar B.J. Habibie, Ki Manteb termasuk 'manusia langka'.
(rea)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/34DOf8x
No comments:
Post a Comment