Hal itu menyusul penangkapan dosen Institut Pertanian Bogor (IPB) berinisial AB yang diduga menyimpan puluhan bom molotov, yang siap diledakkan saat unjukrasa Aksi Mujahid 212 di Jakarta, Sabtu (28/9) lalu.
"Saya rasa masih ada [paham radikal]. Belum bisa bersih," kata Nasir, ditemui usai membuka Kontes Robot Terbang Indonesia, di Unesa Surabaya, Selasa (1/10) malam.Untuk itu, kata dia, upaya pemberantasan paham radikalisme sudah harus terus menerus dilakukan. Ia pun mendorong agar kepolisian untuk mengusut tuntas oknum dosen tersebut.
"Oleh karena itu kita bisa lakukan [pemberantasan radikalisme] secara terus menerus. Kemarin ada penangkapan seorang dosen yang merakit bom. Ini sudah ditangani pihak berwajib sudah diselidiki. Kalau dia bersalah harus ada sanksi," kata dia.
[Gambas:Video CNN]
Sanksi tersebut bukan hanya pencabutan statusnya jika yang bersangkutan adalah dosen Aparatur Sipil Negara (ASN), tapi juga sanksi pidana sesuai prosedur hukum yang berlaku.
"Dosen, rektor, di PTN kan pegawai negeri. Dia harus mengikuti (aturan) ASN. Di mana ASN harus tunduk kepada negara. Enggak bisa main sendiri," kata dia.
Sebelumnya AB ditangkap aparat dari Polda Metro Jaya pada Sabtu (28/9). Polisi juga mengamankan 29 molotov yang disimpan di kediamannya, Perumahan Pakuan Regency Linggabuana, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
AB ditangkap lantaran dituduh melanggar Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas tindak pidana membuat, menguasai, membawa, menyimpan, mengangkut, menyerahkan dan atau berusaha menyerahkan bahan peledak. (frd/arh) from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2nH5WE3
No comments:
Post a Comment