Regulator menyerahkan kasus tersebut kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) dan memintanya untuk melakukan verifikasi kebenaran buku laporan keuangan Garuda Indonesia periode 2018.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan pihaknya tak memiliki wewenang langsung untuk memeriksa terlalu dalam mengenai persoalan Garuda Indonesia. Berbeda jika persoalan ini menimpa perbankan, asuransi, dan perusahaan pembiayaan.
"Dalam hal emiten yang tercatat kami akan meminta BEI untuk melakukan verifikasi kebenaran-kebenaran atau perbedaan-perbedaan terkait pendapat dalam laporan keuangan itu," ucap Wimboh, Kamis (2/5).
Maka itu, ia menunggu hasil verifikasi yang dilakukan oleh BEI untuk menentukan sikap selanjutnya. Namun, ia tak menjawab pertanyaan awak media ketika ditanya mengenai potensi sanksi yang diberikan kepada Garuda Indonesia apabila memang melakukan manipulasi dalam menyajikan laporan keuangan.
Sementara itu, Wimboh juga mengaku tak berwenang memeriksa hasil audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap laporan keuangan Garuda Indonesia. Sebab, ada asosiasi profesi akuntan yang berhak memeriksa audit tersebut.
"OJK tidak punya kewenangan untuk me-overrule (membatalkan) hasil audit oleh akuntan. Ya kebenaran itu nanti ada asosiasi profesi yang melakukan verifikasi," jelas dia.
BEI telah melakukan pemanggilan kepada manajemen Garuda Indonesia pada Selasa (30/4) kemarin. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan Bursa akan mengirimkan penjelasan Garuda Indonesia dari hasil pertemuan itu melalui laman resmi BEI.
"Bursa meminta semua pihak untuk mengacu pada tanggapan perusahaan yang akan disampaikan melalui IDXnet (platform Bursa), dan penjelasan dapat dibaca di website Bursa," ujar Nyoman.
Hanya saja, sampai hari ini belum ada penjelasan lebih lanjut dari Garuda Indonesia dan BEI mengenai pertemuan tersebut.
Seperti diketahui, dua komisaris Garuda Indonesia, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, enggan menandatangani laporan keuangan 2018 karena tak setuju dengan keputusan manajemen menjadikan piutang dari transaksi kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) menjadi pendapatan perusahaan.
Dari kerja sama itu, Garuda Indonesia seharusnya meraup pendapatan sebesar US$239,94 juta. Namun, hingga akhir 2018 Mahata belum juga membayarnya ke perusahaan.
Keputusan manajemen membuat Garuda Indonesia membukukan laba bersih sebesar US$809,84 ribu pada 2018. Realisasi itu berbanding terbalik dengan kondisi 2017 yang masih rugi sebesar US$216,58 juta.
Cari Ahli Kompeten
Sementara itu, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyarankan komisaris dan direksi Garuda mencari pandangan dari ahli yang kompeten untuk menyelesaikan sengketa laporan keuangan perusahaan.
Dengan demikian, kedua pihak akan menemui pendapat baru terkait pencatatan transaksi PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dalam pos pendapatan yang selama ini menjadi perdebatan.
Ketua Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Djohan Pinnarwan mengatakan perbedaan pencatatan neraca keuangan lazim terjadi.
[Gambas:Video CNN]
Jika Kantor Akuntan Publik (KAP) menemukan kasus itu, kata Djohan, biasanya KAP meminta pandangan dari akuntan lain guna memperoleh rujukan baru. Pun, dengan perseroan atau pihak yang menolak laporan keuangan.
"Saya tidak tahu mereka sudah melalukan itu atau belum. Kalau mereka sudah lakukan tinggal dibuka saja ke media dan ke regulator yang bersangkutan, bahwa proses sudah dilakukan, ada rekonsiliasi pendapatnya apa, perbedaan apa," kata Djohan, Kamis (2/5).
Hal yang perlu digarisbawahi, lanjutnya, bahwa piutang bisa dicatatkan sebagai pendapatan dalam laporan keuangan, meski belum ada transaksi yang masuk. Namun demikian, untuk memastikan pencatatan piutang pada pendapatan harus mengacu kepada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 23 tentang pengakuan pendapatan.
"Tetapi kalau kasus ini spesifik, harus dilihat dulu term and condition (syarat dan ketentuan) piutangnya boleh diakui atau tidak," katanya. (aud/lav)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2PJ0f1L
No comments:
Post a Comment