Gelombang kaum LGBT yang kabur kian deras setelah pemerintah Brunei menetapkan akan menerapkan hukum ketat tersebut terhitung mulai Rabu (3/4).
Seorang pemuda gay bernama alias Khairul, misalnya, rela meninggalkan kehidupannya di Brunei hanya agar dapat hidup menjadi dirinya sendiri.
Kegalauan Khairul awalnya sebatas ketakutan tidak dapat diterima lingkungan dan keluarga. Namun, kegalauan itu berubah menjadi ketakutan karena negaranya menerapkan hukum yang sangat "tidak manusiawi."
"Semua lebih buruk dari yang saya pikirkan karena hukum rajam itu membuat saya merasa ingin pergi. Hukum itu tidak manusiawi," tutur Khairul kepada CNN.
Berbeda dengan Khairul, seorang warga transgender, Zain, sudah memikirkan untuk kabur dari Brunei sejak lama. Pada akhir 2018, ia sudah di Kanada, menanti suaka dari negara tersebut.
"Saya ingin hidup tanpa fundamentalisme keagamaan, konservatisme, jadi saya meninggalkan negara itu. Di bawah hukum Syariat, saya akan didenda, dicambuk, dan dipenjara," ucap Zain.
Ia kemudian membahas salah satu pasal dalam hukum tersebut yang memperbolehkan hukum rajam hingga mati bagi pelaku zinah.
"Semua orang terkena dampaknya. Kehidupan akan mengerikan di sana, meskipun kalian bukan LGBT. Perempuan terutama, akan dirugikan jika tinggal di sana," tuturnya.
Shahrani kabur ke Kanada pada Oktober lalu, ketika menanti vonis atas kasus hasutan karena kritik yang ia lontarkan terhadap pemerintah melalui Facebook.
"Saya tidak dapat membayangkan hidup di bawah Syariat Islam. Menjadi di Brunei sudah cukup sulit tanpa hukum Syariat. Sulit membayangkan hanya menjadi dirimu sendiri saja bisa dirajam sampai mati," ucap Shahrani.
"Saya rasa kalian dalam bahaya. Saya rasa Brunei tidak akan berubah dalam waktu dekat dan saya tidak ingin mereka terus menanti perubahan. Saya tidak mau negara saya bertanggung jawab atas kematian teman saya," katanya. (has)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2FLR63X
No comments:
Post a Comment