Sesuai amandemen kontrak karya 2014, perusahaan wajib mendivestasi 40 persen sahamnya secara bertahap. Pada 1990 lalu, Vale telah melakukan kewajibannya melepaskan 20 persen saham ke publik melalui bursa saham Indonesia. Sementara, sisanya saat ini dikuasai oleh Vale Canada Limited dan Sumitomo Metal Mining.
Kewajiban divestasi saham Vale juga merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengungkapkan Kementerian ESDM telah menerima surat mengenai rencana aksi korporasi pada Desember 2018 lalu. Padahal, tenggat waktu untuk mulai melakukan divestasi sebenarnya baru jatuh pada Oktober 2019.
"Ini aksi korporasi. Dia (Vale) berkeinginan baik untuk melakukan lebih dulu untuk melakukan divestasi sahamnya sebesar 20 persen," ujar Yunus di sela acara peresmian Institut Industri Tambang dan Mineral (Mining and Mineral Industry Institute/MMII) di Jakarta, Jumat (1/2).
Pemerintah mengatur tata cara kewajiban divestasi saham perusahaan tambang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Permen ESDM Nomor 9 Tahun 2017 tentang Tata Cara Divestasi Saham dan Mekanisme Penetapan Harga Saham Divestasi pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara.
Dalam beleid tersebut, perusahaan harus menawarkan divestasi saham kepada pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota. Jika pemerintah tak berminat, perusahaan menawarkan kepada BUMN atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), setelah itu baru Badan Usaha Swasta Nasional.
Yunus menyebutkan perusahaan rencananya akan menawarkan sahamnya terlebih dahulu kepada pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara business to business. Saat ini, Vale berhak mengoperasikan tambang nikel di wilayah Sorowako, Sulawesi Selatan berkat Kontrak Karya yang diteken pada 1968 lalu.
Menurut Yunus, karena aksi korporasi, pemerintah tidak perlu membentuk tim khusus untuk menegosiasikan harga layaknya proses divestasi saham PT Freeport Indonesia. Namun, perseroan perlu melaporkan kepada pemerintah.
Dalam hal ini, agar skema right issue tersebut bisa dianggap sebagai divestasi, perusahaan harus mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan dan perlu melaporkan kepada Kementerian ESDM.
"Kami mendukung usaha perusahaan dan saat ini mereka (Vale) tengah intensif menawarkan kepada BUMN," ujarnya.
BUMN Minati Tambang Vale
Secara terpisah, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengungkapkan Kementerian BUMN berminat mencaplok saham Vale. Namun, Kementerian BUMN belum menerima penawaran resmi dari perusahaan dan belum ada penugasan.
"Kami berminat tetapi belum ada penugasan," ujarnya.
Sementara, Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium Budi Gunadi Sadikin menyatakan perusahaan akan mengambil saham Vale jika mendapatkan penugasan dari pemerintah. Secara prinsip, perusahaan melirik potensi tambang yang dikelola perusahaan.
"Nikel itu penting untuk produksi batere di masa depan. Jadi kalau saya ditanya atau ditugasi penting enggak (mengambil saham Vale)? Ya saya bilang penting tetapi tergantung yang menugaskan," ujarnya.
Sementara itu, perseroan sampai berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan. Namun, berdasarkan laporan keuangan perseroan, kinerja Vale hingga kuartal III 2018 membaik dari periode yang sama tahun sebelumnya dengan mencetak laba bersih sebesar US$55,21 juta. Sebagai pembanding, pada periode Januari-September 2017, perusahaan merugi US$19,62 juta. (sfr/agi)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2CZ2zfq
No comments:
Post a Comment