Perusahaan unicorn merupakan perusahaan swasta yang bernilai aset raksasa, yakni lebih dari US$1 miliar.
Dikutip dari AFP, beberapa Grup unicorn yang melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) itu termasuk layanan on-demand transportasi Lyft yang diketahui telah mengajukan dokumen persyaratan untuk go public. Tak hanya itu, rivalnya Uber juga melakukan hal yang sama.
Perusahaan lain yang diproyeksi akan melantai di bursa antara lain, layanan penginapan Airbnb, layanan pesan Slack, situs web konten Pinterest, dan perusahaan analisis data Palantir.
Tahun lalu, bursa saham AS mengalami gejolak yang cukup tinggi di pasar. Volatilitas merupakan musuh bagi perusahaan yang ingin meningkatkan modal.
"Bursa AS memasuki 2019 dengan pijakan yang tidak pasti," ungkap laporan Renaissance Capital, perusahaan riset yang berfokus pada aksi IPO.
Sepanjang 2018, terhadap 231 perusahaan baru yang melantai di bursa saham AS dengan raihan dana senilai US$61 miliar. Dealogic melaporkan angka itu merupakan yang terbaik sejak 2014, ketika Alibaba memasuki Wall Street.
Pasar keluar dari 2018 yang luar biasa untuk penawaran saham, dengan 231 perusahaan go public dan mengumpulkan US$61 miliar, tahun terbaik sejak 2014 ketika Alibaba memasuki Wall Street, menurut Dealogic.
Namun, pasar keuangan bergejolak dalam beberapa waktu terakhir, dan menimbulkan pertanyaan terkait waktu yang tepat untuk IPO
Kecemasan atas peningkatan suku bunga Federal Reserve dan proyeksi melambatnya pertumbuhan global telah menjadi faktor utama di belakang merosotnya bursa AS pada Desember.
Aktivitas IPO selama 10 bulan pertama 2018 meningkat 42 persen dibanding periode yang sama 2017. Namun, pergerakan selanjutnya anjlok 66 persen dalam dua bulan terakhir 2018 karena pasar saham bergerak tak terkendali.
Menurut informasi pialang saham besar, beberapa rencana IPO pada akhir tahun lalu digeser menjadi 2019. Volatilitas dianggap sebagai faktor krusial dalam pembahasan IPO.
Jeff Thomas, Analis saham yang mengamati pergerakan IPO di bursa Nasdaq meyakini perusahaan-perusahaan raksasa tersebut lebih siap untuk mengendalikan kondisi pasar keuangan yang makin menantang pada 2019.
"Volatilitas adalah salah satu faktor kunci ketika perusahaan merencanakan IPO mereka," kata Jeff.
Sebelumnya, sejumlah perusahaan diketahui akan mempercepat rencana go public untuk mengantisipasi volatilitas di bursa saham. Namun, gejolak pasar dapat memengaruhi perolehan dana dalam IPO.
"Jika kondisi pasar menunjukkan perlambatan ekonomi AS tahun ini, investor mungkin ingin memotong valuasi untuk menyesuaikan perlambatan pertumbuhan pendapatan," kata Nicholas Colas, salah satu pendiri DataTrek Research.
Dalam laporan DataTrek, Colas mencatat bahwa Uber, Lyft, dan Airbnb bergantung pada belanja konsumen, sementara Slack dan Palantir bergantung pada belanja perusahaan.
"Tidak ada yang diuji oleh resesi AS dalam bentuk mereka saat ini," kata Colas. (AFP/lav)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2EZJV9Q
No comments:
Post a Comment