Dua tahun silam, industri telekomunikasi masih mampu mengantongi pendapatan mencapai sekitar Rp 158 triliun. Namun di 2018 nilainya turun menjadi Rp 148 triliun alias minus 6,4 persen.
"Industri telekomunikasi di tahun 2018 memang tidak begitu menggembirakan. Laporannya memang belum keluar semua. Tapi estimasi saya sampai dengan full year, industri telekomunikasi kira-kira tumbuh di minus 6,4 persen," kata Ririek di acara Selular Business Forum di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (17/1).
Menurut Ririek, penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor penting yakni penurunan layanan voice/SMS yang telah digantikan oleh layanan baru dari penyelenggara Over the Top (OTT), perang tarif antar operator di layanan data, dan juga adanya regulasi registrasi SIM Card.
"Tapi, untuk dampak jangka panjangnya sangat bagus. Tidak hanya bagi industri telekomunikasi, tetapi juga untuk seluruh pelaku digital, termasuk pemerintah," lanjutnya Ririek.
Ririek juga tak memungkiri bahwa Indonesia merupakan salah satu pasar dengan tarif layanan data termurah. Belum lagi, konsumsi layanan data per pengguna juga cukup rendah dibandingkan negara yang sebanding, seperti Malaysia, Filipina dan India yaitu sekitar 3,5GB per bulan.
Kendati demikian, pihaknya masih optimis industri telekomunikasi di Indonesia masih memiliki peluang untuk tumbuh. Pemain di industri ini masih melihat potensi yang menjanjikan di pertumbuhan konsumsi layanan data, serta peningkatan penetrasi smartphone yang semakin besar, perbankan dan infrastruktur B2B.
"Bila harga layanan data lebih rasional, hal ini juga diharapkan bisa meningkatkan pendapatan industri," kata dia.
Untuk membuat industri ini memiliki keberlanjutan, Ririek menilai bahwa inisiatif operator saja tidak cukup. Pihaknya mendambakan dukungan penuh dari pemerintah.
Dukungan yang diharapkan antara lain melalui kebijakan dan regulasi terkait OTT dari pemerintah pusat maupun daerah untuk menyehatkan kompetisi, serta menjamin keberlangsungan bisnis telekomunikasi. Tak dapat dipungkiri bahwa menurunnya layanan voice dan SMS adalah karena hadirnya aplikasi perpesanan seperti WhatsApp, LINE hingga Telegram yang telah menyediakan layanan itu berbasiskan data.
Selain itu, Ririek juga menegaskan perlunya pemutakhiran regulasi untuk teknologi dan layanan baru seperti 5G, Fixed Wireless Access dan IoT, termasuk persiapan penyediaan frekuensi untuk memenuhi kebutuhan sumber daya. Ririek memandang perlu adanya kebijakan yang standard mengenai Right of Way, sehingga operator tak merasa terbebani.
"Pemerintah juga perlu membuat aturan dan regulasi yang jelas untuk mempermudah apabila ada operator yang akan melakukan konsolidasi, serta perlu dilakukan simplifikasi perizinan untuk pembangunan infrastruktur telekomunikasi," pungkasnya. (kst/age)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2QRs8Uw
No comments:
Post a Comment