Humas Deklarasi #2019GantiPresiden, Tjetjep M. Yasien mengatakan polisi tidak boleh menolak kegiatan apapun dan oleh siapapun. Tugas polisi hanya menjaga kamtibmas.
"Dalam undang-undang tidak diamanatkan polisi untuk menolak, tetapi menjaga kamtibmas, melindungi siapa pun yang melakukan aksi. Saya melihat perbuatan polisi sangat sewenang-wenang," kata Tjetjep dikutip Antara.
Polrestabes Surabaya membubarkan aksi deklarasi #2019GantiPresiden karena khawatir akan memicu bentrok antara massa pro dan kontra gerakan tersebut. Kapolrestabes Surabaya Komisaris Besar Rudi Setiawan ingin Kota Pahlawan tetap aman tanpa ada gesekan di masyarakat.
"Marilah kita cintai Surabaya. Mari sama-sama membubarkan diri. Semua sudah bubar. Saya yang tanggung jawab," kata Rudi.
Sementara Tjetjep mengatakan lebih lanjut, bahwa aksi #2019GantiPresiden lahir 1 tahun sebelum adanya pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden. Gerakan ini ia klaim untuk menyikapi kondisi Indonesia saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
"Menyikapi kondisi presiden kita yang tidak tepat janji, kondisi rakyat yang saat ini dalam kondisi terpuruk," katanya.
Menurut dia, deklarasi ini sebagai respons masyarakat melihat harga-harga kebutuhan pokok yang naik. Hal ini karena dia menyebut Jokowi ingkar janji di berbagai kebutuhan masyarakat, seperti kenaikan BBM, tarif listrik, dan lain-lain."Ingkar janjinya kayak tenaga kerja, tidak akan menaikkan BBM, tidak akan menaikan tarif harga listrik, ternyata diingkari semua. Maka, Relawan Ganti Presiden itu mendengar dan melihat fakta lantas melakukan aspirasi. Ini dilakukan sampai Pilpres 2019," katanya.
Ilustrasi massa #2019GantiPresiden. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
|
GP Anshor Sebut #2019GantiPresiden Ditunggangi
Salah satu kelompok penolak, GP Anshor, menilai deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya hari ini ditunggangi kelompok-kelompok tertentu, seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yang antidemokrasi.
"Jadi, seharusnya pihak-pihak politikus jangan mau melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak Khilafah, seperti HTI yang antidemokrasi dan tidak setuju dengan gelaran Pemilihan Umum Presiden 2019 itu sendiri," kata Bendahara Pimpinan Cabang GP Ansor Surabaya Aries A. Yusuf.
Sebelumnya, kata Aries, pihak HTI bersama dengan inisator gerakan deklarasi itu pernah mengambilkan gambar, salah satunya mengucapkan 2019 ganti presiden, kemudian dari pihak HTI bicara 2019 ganti sistem.
"Jadi, sejak awal dua kubu ini melakukan kolaborasi antisistem berpolitik kerakyatan-kerakyatan yang cerdas," ujarnya.
Kegiatan deklarasi itu, menurut dia, merupakan kegiatan yang kontraproduktif terhadap demokrasi. Hal itu telah dia sampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang.Namun, dari pihak berwenang, lanjut dia, masih menoleransi hal semacam ini. Padahal, sudah ada garis kuning yang sudah mereka lampaui sehingga melewati garis merah.
Mengenai ini, Tjetjep membantah pernyataan GP Ansor yang menganggap kegiatan mereka ditunggangi HTI dan kelompok-kelompok prokhilafah.
"Itu fitnah yang kejam. Kami tidak ada yang menunggangi dari khilafah atau segala macam," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa gerakan ini murni perjuangan dari sukarelawan #2019GantiPresiden maupun masyarakat yang peduli dan kecewa terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. (osc)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2P7juRo
No comments:
Post a Comment