Idham Azis lahir di Kendari, Sulawesi Tenggara, 30 Januari 1963. Dia merupakan polisi lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1988.
Mengawali karir sebagai polisi sebagai Pamapta Polres Bandung, Jawa Barat. Sebulan kemudian, dia diangkat menjadi Kepala Urusan Bina Operasi Lalu Lintas Polres Bandung.
Karir Idham terus menanjak. Pada Juli 1999, Idham diangkat sebagai Kepala Unit VC Satuan Serse UM Direktorat Serse Polda Metro Jaya. Setahun menjabat, ia dipercaya menjadi wakil kepala Satuan Serse UM Direktorat Serse Polda Metro Jaya.
Nama Idham terus bersinar. Dia dipercaya sebagai perwira menengah Sekolah Staf dan Kepemimpinan Dediklat Polri dan kepala Satuan I Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah metro Jaya di tahun yang sama, yakni 2002.
Pencapaiannya tersebut, ia peroleh usai terlibat bersama Tim Kobra bentukan Tito Karnavian pada tahun 2000. Tim tersebut merupakan gabungan dari 25 personel yang telah menempuh pendidikan kejuruan reserse. Tim Kobra dibentuk guna memburu putra bungsu presiden RI kedua Soeharto Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Kala itu, Tommy terlibat kasus pembunuhan terhadap hakim agung Syafiuddin Kartasasmita.
Tim Kobra berhasil menangkap Tommy pada 28 November 2001.
Komjen Idham Azis bersama Ketua KPK Agus Rahardjo saat menampilkan sketsa wajah terduga penyiram air keras Novel Baswedan (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
|
Seiring waktu berjalan, karir Idham terus merangkak naik.
Idham, bersama Tito Karnavian, Petrus Reinhard Golose (sekarang Kapolda Bali), dan Rycko Amelza (sekarang Kapolda Jawa Tengah) mendapat penghargaan dari Kapolri saat itu, yakni Jenderal Sutanto. Penghargaan disematkan berkat prestasi mereka melumpuhkan orak Bom Bali II Dr. Azahari dan kelompoknya di Batu, Jawa Timur pada 5 November 2005.
Kemudian pada 3 Juni 2005, ia menjabat sebagai dan tercatat berhasil melumpuhkan sejumlah kasus terorisme. Seperti menumpaskan otak bom bali II, Dr. Azhari di Batu, Malang, Jawa Timur pada 9 November 2005 bersama Tito Karnavian.
Tak lama kemudian, Idham diminta terbang ke Poso, Sulawesi Tengah untuk mengusut kasus mutilasi di Poso. Dia diangkat menjadi Wakil Ketua Satgas Bareskrim Poso. Satgas tersebut diketuai oleh Tito Karnavian.
Mutilasi tiga siswi SMA di Poso itu memantik konflik agama di Poso. Masyarakat resah dan menjadi tidak percaya kepada pemerintah serta aparat. Akhirnya terjadi bentrok antara masyarakat penganut agama Islam dan Kristen di wilayah tersebut.
Dalam operasi saat itu, satgas khusus berhasil membongkar dan menangkap puluhan tersangka yang menjadi buron.
Usai menyelesaikan kasus Poso, Idham diangkat sebagai Kepala Unit Pemeriksaan Sub Detasemen Investigasi Densus/Antiteror. Karirnya terus menanjak.
Pada 2008, Idham diangkat sebagai Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Dua tahun berselang, Idham dipercaya menjadi Wakil Kepala Densus 88/Anti-Teror Polri dilanjut menjadi Kapolda Sulawesi Tengah pada 2014.
Pada 20 Juli 2017, ia menjadi Kapolda Metro Jaya ke-37 menggantikan Komjen Pol. Mochamad Iriawan. Dia berhasil mengungkap kasus penyelundupan narkotika jenis ganja seberat 1,3 ton dari Aceh ke Jakarta serta penyelundupan 1 ton sabu-sabu dari Taiwan di Anyer, Banten.
Pada 22 Januari 2019, Idham ditunjuk untuk menjabat sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri menggantikan Komjen Pol. Arief Sulistyanto yang ditugaskan menjadi kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri.
Selain itu, Idham juga turut ikut dalam tim investigasi penanganan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan sebagai penanggung jawab tim teknis. Tim mulai bekerja pada 19 Juli 2019.
Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, tim masih belum bisa mengungkap pelaku penyerangan Novel Baswedan. Tenggat waktu yang diberikan Presiden Jokowi yakni pada 19 Oktober lalu. Kasus Novel menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi Idham Azis.
No comments:
Post a Comment