Yang masih menyala hanya jam digital berukuran sekitar 15 x 45 sentimeter dan lampu remang berwarna oranye dari beberapa pilar penyangga masjid. Kaligrafi bertuliskan 99 nama Allah atau asmaul husna di dinding terlihat semakin agung disinari temaram lampu.
Jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari, Sabtu (1/6). Masjid itu nyaris penuh, namun suasana sunyi.
Jemaah yang menyesaki setiap sudut ruang masjid lantas berdiri. Mereka melangsungkan salat malam atau qiyamul lail. Terdengar imam bersuara sebelum memulai salat.
"Para kekasih Allah, semoga malam 27 ini malamnya lailatul qadar. Kita mohon semoga Allah mengampuni dosa, salah, serta khilaf kita. Kita mulai Qiyamul Lail hanya dengan kekhusyukan dan kepasrahan kepada Allah," kata Imam Masjid Pondok Indah Ahmad Syaifuddin sebelum memulai salat malam.
Bukan tanpa alasan pihak masjid memadamkan lampu. Menurut pernyataan pengurus masjid Romli Muhammad Nur, gelap memberikan ketenangan dan kekhusyukan tersendiri untuk setiap jemaah.
"Itu untuk menjaga kekhusyukan saja. Jadi, lampu dipadamkan, artinya remang-remang. Jadi, membawa kekhusyukan bagi jemaah sendiri," ujar Romli ketika ditemui.
Ar-Rahman dan Al-Waqiah menjadi surat yang dibaca dalam salat tahajud malam itu.
Ayat "Fabiayyi 'aalaa'i Rabbikumaa Tukadzdzibaan," dalam surat Ar-Rahman memiliki makna, "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan". Dari 78 ayat keseluruhan, kalam Allah tersebut muncul sebanyak 31 kali.
Malam itu memang malam ganjil, atau tepatnya malam ke-27 Ramadan 1440 Hijriah. Tak heran masjid dipenuhi mereka yang memburu keberkahan lailatul qadar.
Qiyamul lail tuntas usai delapan rakaat tahajud dan tiga rakaat witir. Jam menunjukkan pukul 03.33, masih ada waktu untuk sahur lalu salat Subuh berjamaah kembali.
Sembari menikmati santap sahur, salah satu jemaah bernama Cecep berbagi ceritanya selama 10 tahun beriktikaf di Masjid Pondok Indah. Pria 49 tahun itu terlihat menangis di tengah salatnya. Jemaah asal Serpong itu mengaku sulit menahan air mata yang menetes jika mengingat betapa baiknya Tuhan dengan karunia yang selalu diberikan terhadap dirinya.
Santap sahur disediakan di Masjid Raya Pondok Indah. (CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra)
|
Cecep mengaku tak bisa mendustakan nikmat Tuhan seperti dalam surat Ar-Rahman.
Ahmad sendiri menyenandungkannya sembari menahan tangis. Ia juga membacakan Al-Waqiah.
Suasana yang begitu khusyuk sampai membuat merinding dan menangis itulah yang membuat Cecep setiap tahun datang ke Masjid Raya Pondok Indah. Kali ini ia mengajak keluarganya. Cecep sudah terlanjur nyaman iktikaf di masjid beratap biru berundak tiga itu.
"Makna iktikaf untuk saya adalah mendekatkan diri kepada Allah, tujuannya memohon hidayah dan pengampunan dari Allah. Selain juga ini seperti pisau, kalau tidak terus diasah akan tumpul. Begitu pula iman, kalau tidak diasah terus, ya akan tumpul juga," ia memaparkan.
Kalau Cecep sudah iktikaf di Masjid Raya Pondok Indah selama 10 tahun terakhir, Imara baru empat tahun belakangan ke sana. Kali ini ia mengajak 20 rekannya yang bekerja di ITC Fatmawati. Yang ia gembar-gemborkan pada rekannya adalah bacaan imam salat yang bagus.
"Selain itu, akses makan untuk santap sahur juga disediakan," kata pria 40 tahun itu.
Ramadan tahun ini, Imara yang juga akrab disapa Boim itu bahkan telah beriktikaf di Masjid Raya Pondok Indah sejak hari pertama dalam 10 hari terakhir Ramadan. Itu karena dirinya tak ingin kehilangan satu malam pun untuk bertemu Lailatul Qadar demi rida Allah.
"Saya pernah mendengar cerita seseorang yang salat selama 60 tahun tapi tidak masuk surga, tetapi ada pelacur yang menolong seekor anjing justru masuk surga. Di sini saya dapatkan, semua itu hanya persoalan rida Allah. Kita masuk surga atau tidak, itu rida Allah."
"Makanya, sesering mungkin saya mencarinya," pungkasnya.
Banyak orang yang merasakan seperti Cecep dan Imara. Buktinya, sejak tengah malam Masjid Raya Pondok Indah sudah ramai didatangi mutakif -sebutan bagi mereka yang melaksanakan iktikaf. Anak muda, orang tua, bahkan ada juga balita yang digendong orang tuanya, berbondong-bondong memadati rumah Allah yang selesai didirikan pada tahun 1992 itu.
Sambil menunggu Qiyamul Lail mereka tidur atau membaca ayat suci Alquran di dalam masjid.
Tak hanya yang sudah biasa seperti Cecep, ada pula yang baru pertama beriktikaf di Masjid Raya Pondok Indah. Salah satunya Iwan, pria yang baru tujuh bulan pulang ke Indonesia, usai 25 tahun tinggal dan bekerja sebagai civil engineers di Sydney, Australia.
"Saya baru pertama kali iktikaf. Sebelumnya tidak tahu menahu apa itu iktikaf, apa manfaatnya, dan sebagainya. Saya hanya diajak teman untuk beribadah di sini," katanya.
Hanya berkaus kuning dan bertopi, Iwan sudah di Masjid Raya Pondok Indah sejak tarawih. Ia lalu memutuskan untuk meneruskan sampai iktikaf. Prosesnya bagaimana, ia ikut saja.
"Saya kagum," tiba-tiba Iwan berkata sembari mengisap rokok di tangan kanannya, saat berbincang santai dengan CNNIndonesia.com.
Itu merujuk pada antusiasme mutakif yang berdatangan ke Masjid Raya Pondok Indah. Ia tidak menyana ada banyak jemaah yang beribadah malam-malam. Di tempat tinggalnya dahulu di Australia, Iwan tidak pernah melihat 'pemandangan' seperti itu.
"Saya kalau di sana itu hanya empat sampai lima orang di musala. Paling-paling jika ada [Muslim berkumpul] itu di Lakemba, jaraknya 45 menit menggunakan kereta dari rumah saya. Di sana kaum Muslim berbagai negara berkumpul," ujar dia bercerita.
Iwan pun mengaku rindu akan suasana Ramadan di negeri kelahirannya ini. Selama di Australia, katanya, ia sering menonton YouTube soal 'kemewahan' Ramadan di Indonesia.
Mutakif di Masjid Raya Pondok Indah. (CNN Indonesia/Ryan Hadi Suhendra)
|
Pengurus Masjid Raya Pondok Indah, Romli Muhammad Nur menjelaskan, iktikaf untuk malam ganjil di sana hanya dijadwalkan penuh untuk Qiyamul Lail. Berbeda dengan ibadah saat malam genap Ramadan. Ada muhasabah atau ceramah pula di dalamnya.
Romli mengatakan antusiasme mutakif sejak hari ke-21 hingga malam kemarin tak pernah surut. Mereka, katanya, banyak juga yang berasal dari luar Jabodetabek.
"Banyak juga yang berasal dari luar daerah seperti Bandung dan Sukabumi," ucapnya.
Masjid Raya Pondok Indah sudah mengantisipasi itu sejak jauh-jauh hari. Pengurus masjid berusaha membuat jadi nyaman untuk beribadah, termasuk dengan menyediakan santap sahur gratis untuk 200 jemaah dan 16 petugas kebersihan untuk menjaga lingkungan sekitar masjid.
"Kebersihan di sini 24 jam," imbuh dia.
Setiap hari, ada saja suara isak tangis bersahutan di kalangan jemaah saat qiyamul lail.
Saya sendiri mendengar jelas isak itu di rakaat ketiga salat witir pada malam ke-27. Saat imam membacakan Qunut Nazilah, suara tangis mengudara dalam khusyuknya salat. Jemaah di sebelah kiri saya tak henti mengusap air mata dengan kain yang menggantung di lehernya.
Mereka yang menangis biasanya tahu benar arti doa yang dipanjatkan. Permohonan ampun akan dosa, salah, dan khilaf, hingga doa untuk Muslim yang menderita, seperti di Palestina. (ryn/rsa)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2Mlyo9Y
No comments:
Post a Comment