Kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari pengumuman Maret tahun lalu, bahwa nyaris seluruh pemohon aplikasi visa harus menyerahkan beberapa informasi, termasuk salah satu di antaranya adalah akun media sosial.
Akun-akun yang didaftarkan adalah baik yang terdaftar di AS, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Tumblr, Flicker, Linkedln, atau Youtube, maupun yang terdaftar di China seperti Weibo.
Kemenlu AS dalam pernyataan resminya juga menyatakan bahwa formulir untuk aplikasi visa imigran dan non-imigran (pengunjung) telah diperbarui untuk menambahkan informasi terbaru, termasuk media sosial, alamat email, nomor telepon, dan status deportasi. Sebelumnya formulir ini pernah diperbarui untuk menambahkan data jejak berpergian, informasi anggota keluarga, dan alamat tempat tinggal sebelumnya.
Kemenlu AS menyatakan informasi tambahan ini akan mendorong upaya mereka untuk mengonfirmasi identitas pemohon visa.
Pernyataan resmi itu juga menyatakan bahwa kebijakan merupakan hasil memorandum yang dikeluarkan oleh Presiden Donald Trump pada 2017 silam, yaitu melakukan pemeriksaan latar belakang pada orang-orang yang datang ke Amerika Serikat.
CNN melaporkan pada waktu itu bahwa kebijakan ini bisa mempengaruhi lebih dari 15 juta orang.
Sebelumnya, informasi mendetail hanya diminta bagi pemohon yang dianggap berisiko bagi keamanan.
Kebijakan ini pernah mendapatkan kritik dari Serikat Kebebasan Hak Sipil Amerika (ACLU) yang tahun lalu menyebut peraturan baru sebagai "salah satu masalah mendalam di pemerintahan Trump."
"Kebijakan ini akan melanggar hak-hak para imigran dan penduduk AS dengan membatasi kebebasan berbicara, terutama karena sekarang orang akan bertanya-tanya apakah mereka hal yang mereka katakan di dunia maya akan disalahartikan oleh pejabat pemerintah," ujar juru bicara ACLU, Hina Shamsi.
(vws/vws)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2wyUM5e
No comments:
Post a Comment