Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR OJK Ayahandayani menjelaskan OJK mengatur pemenuhan modal inti BPR lewat Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR. Dalam Pasal 13 aturan itu disebutkan modal inti minimum BPR ditetapkan sebesar Rp6 miliar.
Bagi BPR dengan modal inti kurang dari Rp3 miliar wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp3 miliar paling lambat pada 31 Desember 2019. Lebih lanjut, BPR tersebut wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6 miliar paling lambat pada tanggal 31 Desember 2024.
Lalu, BPR dengan modal inti paling sedikit sebesar Rp3 miliar, namun kurang dari Rp6 miliar, wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6 miliar paling lambat pada tanggal 31 Desember 2019.
"Sepertiganya (yang belum memenuhi ketentuan) sudah mulai angkat tangan. Angkat tangan ada yang sudah mulai ingin gabung untuk satu grup (merger), malah ada yang mengajukan untuk likuidasi, tapi ini kan kami masih tunggu sampai akhir Desember," katanya, Jumat (3/5).
Sementara itu, sepertiga lainnya telah menyatakan kesanggupan mereka untuk memenuhi aturan tersebut sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan OJK. Sisanya, mereka masih mencoba untuk memenuhi kewajiban itu tetapi belum memberikan kepastian kepada OJK.
"Kami dalam posisi monitoring, pemantauan terus menerus. Jadi kami tidak bisa menyatakan bahwa mereka yang tidak memnuhi apakah memang mereka tidak memenuhi apakah mereka akhirnya bersedia menambah modal disetor," katanya.
OJK mencatat jumlah BPR mencapai 1.597 unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut mayoritas tersebar di Pulau Jawa dan Bali sebanyak 69 persen atau 1.102 unit. Sedangkan sisanya, 31 persen setara 495 BPR berada di luar Pulau Jawa dan Pulau Bali.
[Gambas:Video CNN] (ulf/agi)
No comments:
Post a Comment