Janji tersebut khususnya terkait janji akses keuangan berskema syariah bagi pengusaha 'wong cilik'.
Ketua Akumindo M. Ikhsan Ingratubun mengatakan penetapan hasil Pilpres 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sangat dinanti oleh dunia usaha. Pasalnya, penetapan menjadi momen kembalinya era kestabilan politik, keamanan, dan iklim usaha yang kondusif bagi para pengusaha, termasuk UMKM. "Kami menyambut baik hasil pengumuman dari KPU, di mana Jokowi-Ma'ruf menang. Kami ucapkan selamat. Semoga setelah ini, iklim usaha yang kondusif kembali lagi," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/5).Kendati memberi selamat, namun Ikhsan tak lupa mengingatkan Jokowi-Ma'ruf agar bisa bekerja cepat usai dilantik menjadi presiden dan wakil presiden untuk periode 2019-2024 pada Oktober mendatang. Kerja cepat ia minta secara khusus dilakukan Jokowi dalam mewujudkan janji terkait pemberian akses keuangan syariah demi meningkatkan ekonomi kerakyatan dan UMKM. Menurut Ikhsan, janji itu perlu segera diimplementasikan menjadi program nyata agar dampaknya juga segera dirasakan oleh para pengusaha UMKM. Apalagi di tengah kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian.
Sebab, ia mengatakan dampak dari ketidakpastian tidak hanya membayangi pengusaha skala besar, namun juga yang kecil, seperti anggota Akumindo.
"Dengan gempuran perlambatan ekonomi global saat ini, kami juga kena, karena daya saing kami masih lemah. Maka, kami butuh dukungan dari sisi akses keuangan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing itu sendiri," terangnya. Saat kampanye, Jokowi memang memiliki visi misi untuk mengembangkan produktivitas dan daya saing UMKM melalui akses pembiayaan, dana bergulir, peningkatan ekspor UMKM, insentif pajak, program pendampingan, hingga mendorong munculnya marketplace.Selain itu, mantan gubernur DKI Jakarta itu juga pernah berjanji akan mengembangkan akses pembiayaan syariah demi menopang ekonomi kerakyatan. Misalnya, dengan inklusi keuangan syariah dan pengembangan pesantren. Menurut Ikhsan, janji-janji ini saling berhubungan dan mendukung satu sama lain bila bisa dilakukan. "Saat ini sudah ada akses pembiayaan konvensional kepada UMKM, tapi masih belum cukup, jadi bisa gunakan skema syariah. Itu cocok dengan UMKM karena berprinsip bagi hasil, tidak memberatkan kami," ujarnya. Selain menagih janji soal akses keuangan, Ikhsan juga meminta Jokowi yang akan fokus mengembangkan kualitas sumber daya manusia agar turut menjalankan program ini di sektor UMKM. Ikhsan memandang program ini bisa secara nyata meningkatkan kualitas pekerja di sektor UMKM, sehingga produktivitas meningkat dan kinerja 'naik kelas'.Lebih lanjut ia mengatakan hal ini bisa diwujudkan dengan program pembinaan dan pelatihan kepada UMKM. "Tapi harus ada juga dorongan perluasan akses pasar. Kalau ada modal, produk sudah bagus, tapi tidak ada pasar kan percuma juga," imbuhnya. Terakhir, Ikhsan memberi masukan kepada Jokowi agar mempertimbangkan penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi UMKM. Saat ini, pemerintah menetapkan tarif PPh bagi pengusaha kecil sebesar 0,5 persen. Namun, menurutnya, bukan hal yang memberatkan bila Jokowi bisa memangkasnya menjadi nol persen guna mendorong daya saing UMKM. "Di China pada 2020 itu pajak UMKM akan dibuat nol persen, saya rasa itu bisa juga kita (Indonesia) seperti China, jadi naik daya saing di tingkat internasional," ucapnya. Sementara Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) memilih netral dengan kemenangan Jokowi-Ma'ruf. Namun, HIPMI ingin pemerintahan Jokowi untuk kedua kalinya bisa semakin 'menggigit', baik secara kebijakan maupun dampaknya ke ekonomi. Sebab, menurut Wakil Bendahara Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Ajib Hamdani, dampak dari kebijakan pemerintahan Jokowi saat ini masih ada yang belum tepat sasaran. Misalnya, insentif fiskal berupa libur pajak (tax holiday).
"Insentif ada, tapi tidak sesuai kebutuhan dunia usaha. Padahal yang kami butuhkan lebih ke perizinan tidak berbelit, tapi sekarang masih terjadi," tuturnya. Selain itu, kebijakan pada periode pertama pemerintahan Jokowi juga ada yang belum adil. Misalnya, pungutan pajak kepada sektor usaha UMKM sebesar 0,5 persen. Namun, di sisi lain, pemerintah tak kunjung bisa mengenakan pajak kepada sektor perdagangan elektronik (e-commerce). Selanjutnya, kebijakan pemerintah pada periode 2014-2019 juga ada yang belum saling terhubung. Contohnya, kebijakan peningkatan keterampilan tenaga kerja yang ternyata tidak sesuai dengan kebutuhan industri. "Dampaknya ada miss match, itu membuat dunia usaha juga susah mendapatkan tenaga kerja, padahal yang terjadi saat ini penganggurannya pada intelektual, pendidikannya diploma, sarjana," ungkapnya.
Untuk itu, Ajib berharap kebijakan pemerintahan Jokowi untuk kedua kalinya nanti bisa lebih tajam, sehingga dampaknya terasa. Selain itu, ia juga meminta pemerintah lebih fokus menyelesaikan permasalahan makro berupa defisit neraca transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Caranya, lebih fokus menyelesaikan masalah di sektor investasi melalui debirokratisasi, deregulasi, dan reformasi struktural. Di sisi lain, ia juga meminta pemerintahan Jokowi lebih mampu menyelesaikan masalah kemiskinan, kesenjangan, dan pengangguran. Pasalnya, ia melihat ketiga hal ini bersinggungan langsung dengan prospek ekonomi ke depan, khususnya pasar dalam negeri. "Indonesia itu negara besar, pasar besar, tapi sumber ekonominya juga besar. Apalagi kalau tiga hal itu diselesaikan, maka pemerintah bisa menggerakkan roda ekonomi lebih cepat," pungkasnya. (uli/agt) from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2JT4kzD
No comments:
Post a Comment