Perkumpulan Huma Indonesia mencatat ratusan konflik tersebut melibatkan areal seluas 2.101.858 hektare dengan korban total mencapai 186.631 jiwa. Dari total korban itu, 176.637 di antaranya berasal dari masyarakat adat.
Direktur Huma, Dahniar Adriani, menjelaskan bahwa sektor yang paling bermasalah dalam konflik ini ada di kehutanan dan perkebunan. Dahniar menyebut pemerintah dalam hal ini luput melihat sumber konflik berasal dari perundangan yang bermasalah.
"Secara gagasan, apa yang digagas oleh pemerintahan hari ini bagus, pesan morilnya mau bilang ada hak warga negara yang perlu dikembalikan ke pengelola, tapi yang luput dipastikan mereka adalah perundangan kita yang bermasalah," ujar Dahniar dalam sebuah paparan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (16/1).
Dahniar menjelaskan sekalipun pemerintah pusat sudah mengakui hutan adat milik masyarakat adat tertentu, pengakuan itu tak berlaku apabila masyarakat adat itu belum diakui dalam perda di tempatnya.
"Memang simpel perda, tapi dia enggak akan bisa melalui yang namanya permohonan hutan adat kalau perdanya enggak ada," ucapnya.
Staf Advokasi dan Kampanye Huma, Erwin Dwi Kristianto, menjelaskan hutan adat penting bagi keberlangsungan masyarakat adat. Erwin menegaskan bahwa hal ini sesuai dengan amanat konstitusi.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah berkomitmen mengalokasikan 12,7 juta hektare kawasan hutan untuk sejumlah skema perhutanan sosial termasuk hutan adat.
Namun hingga November 2018, luas perhutanan sosial yang disediakan oleh pemerintah hanya berkisar 2,13 juta hektare atau 16,8 persen dari target. Jika ditilik lebih jauh, baru 33 hutan adat yang ditetapkan dengan luas 17.243 hektar.
Dari 33 hutan adat itu, hanya satu hutan adat yang seluruhnya berasal dari kawasan hutan, sisanya berasal dari areal di luar kawasan hutan atau biasa disebut Areal Penggunaan Lain (ALP). (bin/has)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2AQKiAs
No comments:
Post a Comment