Hal itu tak lepas dari peristiwa bencana tsunami yang telah meluluhlantakkan daerah tersebut pada Sabtu (22/12) malam.
Salah satunya datang dari General Manajer Tanjung Lesung Resort, Widi Widiasmanto. Ia menyatakan tak ada alat pendeteksi tsunami membuat banyaknya korban berjatuhan di wilayah Tanjung Lesung.
Diketahui, tercatat sebanyak 52 jenazah korban gelombang tsunami ditemukan di kawasan wisata Tanjung Lesung. Salah satu yang terkenal adalah wafatnya tiga personel band Seventeen di tempat tersebut.
"Karena saat itu kondisinya baik-baik saja, tak ada tanda alam apapun, banyak korban karena tak ada warning-nya juga," kata Widi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Selasa (1/1).
Widi menyatakan pihaknya belum bisa menjamin betul keamanan para wisatawan yang berkunjung ke resortnya usai bencana tsunami terjadi.
Ia hanya menyatakan ke depannya akan mengevaluasi tata letak gelaran acara-acara outdoor harus berjarak sekitar 100 meter dari laut.
"Kalau bangunan resornya sih kita aman, kalau wisatawan ada di dalam bangunan semua saat kejadian itu saya yakin aman, tapi karena kejadian itu kan di pinggir laut ya," kata dia
Lebih lanjut, Widi berharap bahwa secepatnya pemerintah memperkuat alat mitigasi tsunami usai masa tanggap darurat bencana.
Hal itu bertujuan agar para wisatawan merasa aman dan bisa kembali memadati kawasan tersebut seperti sedia kala.
Warga berada di depan bangunan yang terdampak bencana Tsunami di Pantai Tanjung Lesung, Banten, Jawa Barat, Minggu (23/12/2018). (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
|
"Harusnya sistem warning-nya ada, sekarang kan enggak ada sama sekali, terutama untuk yang longsor Gunung Anak Krakatau enggak ada, nah kalau itu, teknologi harus ada. Jadi kita berharap kepada pemerintah dulu, soal early warning dulu," kata dia.
Senda dengan Widi, Sarman (54) pemilik restoran 'Depan Bukit Sea Food', yang terletak di wilayah Anyer, Banten meminta hal serupa.
Ia menyatakan bahwa alat mitigasi tsunami yang belum memadai di wilayah pantai barat Banten membuat para wisatawan kabur dan ragu-ragu untuk kembali berwisata di tempat tersebut.
"Waktu kejadian itu ya kejadian aja, byurr, enggak ada peringatan apa-apa, makanya kita juga berharap bisa ada alat buat peringatan ke masyarakat," kata dia.
'Kayak Wilayah Mati'
Bencana tsunami Selat Sunda nyaris membunuh industri pariwisata di sepanjang pantai barat Banten. Kesan itu turut terlihat ketika memasuki liburan pergantian tahun baru 2019 ini.
Sejumlah hotel dan restoran mengalami penurunan penghasilan yang signifikan pada momentum tahun baru kali ini.
Padahal, momentum tahun baru merupakan waktu tepat untuk mengumpulkan 'cuan' yang lebih banyak dibanding hari biasanya.
Widi dan Sarman memiliki persamaan bahwa bisnisnya hancur lebur ketika tsunami menyapu wilayah tersebut.
Widi menjelaskan bahwa Tanjung Lesung Resort terlihat kosong tak ada wisatawan yang singgah.
Terpantau, puing-puing reruntuhan bangunan masih terlihat berserakan pada Senin (1/1). Pohon-pohon yang tumbang akibat tsunami masih terlihat sepanjang mata memandang.
Terlihat pula beberapa petugas hotel dan aparat TNI turut membantu membersihkan sisa-sisa reruntuhan akibat bekas terjangan tsunami yang menerjang.
Widi menegaskan bahwa momentum tahun baru biasanya membuat 200 kamar di resortnya selalu penuh 100 persen dengan para wisatawan.
Tumpukan kayu dan bambu yang terhempas gelombang tsunami berserakan di halaman rumah di Kampung Sindangsari, Kecamatan Panimbang, Pandeglang, Banten, Minggu (23/12/2018). (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)
|
"Jadi enggak perlu dipertanyakan lagi soal omzetnya sekarang, jadi yang biasa penuh malah jadi begini," kata Widi.
Ia menyatakan pihaknya telah membatalkan acara spesial yang sedianya akan digelar pada perayaan malam tahun baru 2019.
Di lobi resor, terlihat beberapa pernak pernik hiasan rencana perayaan malam tahun baru 2019 yang bertema 'Beach Party' yang tak kunjung terlaksana.
"Kita sudah mau buat, kita kasih nama beach party, bahkan bahan-bahan baku sudah kami siapkan. Dari dekorasi uniform entertainment-nya, makanannya, bahkan kami sudah pesan satu Ikan Tenggiri yang beratnya 30 kilo akan saya jadikan ikon, tapi apa boleh buat," kata dia.
Widi mengaku tak ada gemerlap dan pesta yang terjadi saat pergantian malam tahun baru tadi malam. Berbanding terbalik dengan kondisi malam tahun baru sebelumnya.
Ia menyatakan pihaknya telah membatalkan acara perayaan tahun baru itu dan memilih untuk melakukan doa bersama.
"Terus terang kami setop acara pastinya, setop kegiatan, kita lakukan doa bersama, bersih-bersih saja, tamunya kita ya relawan aja," kata dia.
Di sisi lain, Sarman mengaku bencana tsunami membuat omzetnya turut drastis di perayaan tahun baru kali ini.
Sejak bencana tsunami melanda, Sarman mengatakan baru membuka restorannya sejak Sabtu, 29 Desember 2018 kemarin. Hingga hari ini (1/1) ia hanya dapat mengantongi omzet sebesar Rp4 juta.
"Ya ampun sepi banget, tahun baru ini enggak ada seperempatnya, biasanya kita bisa dapat omzet sampai Rp30-40 juta sehari di tahun baru tahun-tahun sebelumnya," kata Sarmin.
Sarmin mengatakan bahwa wilayah Anyer merupakan tempat destinasi wisata yang sangat ramai di kala liburan tiba.
Ia mengaku kondisi saat ini membuat Anyer seperti wilayah 'mati' karena sepi dengan kegiatan dan berbagai perayaan.
"Pas tahun baru itu jalanan pasti macet panjang, sekarang liat aja sendiri, kayak wilayah mati," kata dia. (rzr/end)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2BSZTzb
No comments:
Post a Comment