Nama Vigit pertama kali disebut sebagai pelaku utama pengaturan skor oleh mantan pelaku pengaturan skor, Bambang Suryo, dalam program acara televisi Mata Najwa yang disiarkan secara langsung di Trans7 pada Rabu (28/11). Ketika ditanya para awak media mengenai sosok tersebut, Tisha hanya menjawab singkat.
"Tidak kenal dan tidak pernah bertemu," kata Tisha dalam diskusi PSSI Pers bertajuk Citra Buruk Sepak bola Indonesia di Waroeng Aceh Kemang pada Jumat (30/11).
"PSSI itu badan ya, isinya 853 anggota dan memiliki perwakilan komite eksekutif. Jadi saya berbicara dan menjawab secara pribadi: tidak pernah bertemu dan tidak mengenal," katanya menambahkan.
Tisha juga tidak ingin secara pribadi menanggapi terlalu jauh tentang nama Vigit yang kini beredar luas dan menjadi perbincangan masyarakat, khususnya para pencinta sepak bola di Indonesia."Setiap pertanyaan yang bersifat pribadi, sesederhana seperti: 'Mbak suka makanan apa?' atau 'Suka minum kopi atau teh?' Saya 200 persen orang yang sangat introvert, saya tidak bisa [bicara tentang Vigit] di depan banyak kamera seperti ini. Karena bagaimanapun juga, saya di sini [diskusi PSSI Pers] sebagai Sekjen PSSI," katanya menambahkan.
Diskusi PSSI Pers lebih banyak membahas tentang pengaturan skor ketimbang hal-hal lain seperti evaluasi Timnas Indonesia, agenda PSSI tahun depan, dan lain sebagainya. Selain Tisha, hadir juga Direktur Utama Persija Jakarta Gede Widiade dan pengamat sepak bola Weshley Hutagalung.
Pengaturan skor sendiri merupakan salah satu hal yang termasuk dalam sorotan Tisha ketika dia resmi menjabat sebagai Sekjen PSSI pada pertengahan 2017. Jargon PSSI, lanjut dia, adalah permainan yang adil (fairplay) dan sportivitas."Ini [pengaturan skor] harus ada tindakan konkret. Maka sepulang dari Zurich pada Agustus 2017, kami [PSSI] langsung bekerja sama dengan Genius [Sports Group] dan AFC [Konfederasi Sepak bola Asia] untuk memerangi hal tersebut," ucap Tisha.
"Kami 'lari' [mengejar prestasi] dengan cepat pada 2018. Dan ketika terkena serangan balik [pengaturan skor], pertahanannya harus mantap. Kami tahu dan itu harus kami perangi," ucapnya melanjutkan.
Sementara itu Gede Widiade menganggap isu pengaturan skor di Indonesia bukan suatu hal yang baru.
"Indonesia sudah biasa [pengaturan skor], tapi apakah ada buktinya? Pengaturan skor ini kerugiannya ratusan miliar. Bayangkan kalau ini tidak diselesaikan secara tuntas, [sepak bola Indonesia] akan begini-begini saja," ujar Gede.Adapun Weshley Hutagalung mempertanyakan peran media dalam mengawal isu pengaturan skor. Jurnalis senior ini menilai media masa kini berbeda dibandingkan ketika ia meliput olahraga Indonesia pada 1996.
"Dulu kami punya waktu untuk investigasi dan analisa, sekarang tidak. [Media di Indonesia] adu cepat. Ke mana aspek 'why' dan 'how' atas peristiwa ini [pengaturan skor]? ujarnya. (wis)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2DTeHR1
No comments:
Post a Comment