Pages

Monday, October 8, 2018

PSSI Tak Perlu Reaktif, Cukup Konsisten

Jakarta, CNN Indonesia -- Strategi komunikasi PSSI yang mengumumkan bakal memberikan sanksi untuk Arema FC pasca-menjamu Persebaya Surabaya terlalu reaktif dan tak penting. Penggemar sepak bola Tanah Air hanya butuh bukti. Bukan janji!

Laga Arema vs Persebaya yang digelar di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (6/10), kembali menyuguhkan tontonan menyesakkan dada. Ulah suporter kembali mencoreng kualitas pertandingan yang semestinya bisa dinikmati.

Sebelum pertandingan, suporter Arema sudah melakukan teror kepada pemain lawan, mulai dari melempar uang hingga teatrikal mengencingi gawang lawan. Seusai pertandingan, ada pula suporter yang turun ke lapangan sambil merobek poster logo tim tuan rumah.

Yang paling mencemaskan adalah nyanyian bermuatan provokasi untuk melakukan kekerasan masih berkumandang. "Slogan dibunuh saja" yang ditujukan kepada suporter lawan seakan tidak pantas lagi didengar. Terlebih Indonesia baru berduka atas kasus meninggalnya suporter Persija Jakarta, Haringga Sirla, yang dikeroyok habis-habisan oknum fan Persib Bandung.

Suporter Arema memasuki lapangan Stadion Kanjuruhan usai pertandingan melawan Persebaya.Suporter Arema memasuki lapangan Stadion Kanjuruhan usai pertandingan melawan Persebaya. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
Aksi tak terpuji Aremania memang menyedihkan. Mengingat beberapa tahun terakhir mereka dikenal sebagai suporter kreatif yang kerap jadi inspirasi fan klub lainnya.

Suporter Persebaya memang juga melakukan teror yang hampir sama kala Arema tampil di Surabaya. Namun, Aremania terlihat lebih mengedepankan ego ketimbang mewujudkan cita-cita damai antarsuporter yang kembali digaungkan setelah kasus Haringga.

Reaktif karena Tekanan

Aksi memicu reaksi. Ulah suporter Arema menuai kecaman dari banyak kalangan. Tak hanya Bonek yang berang, cibiran juga datang hampir dari seluruh suporter klub lainnya.

Bonek tentu jadi garda terdepan melakukan tekanan pada PSSI. Pentolan mereka, Andi Peci, bahkan menyerukan ancaman via Twitter untuk kembali turun ke jalan bila PSSI tidak memberikan sanksi berat kepada Arema atas 'dosa' yang dilakukan suporternya sendiri.

Tulisan Andi di Twitter pribadinya direspons ribuan orang dan mendapat banyak dukungan. Kemudian PSSI bereaksi dengan merilis pernyataan resmi berjudul, "PSSI Akan Berikan Sanksi utus Arema FC."

Tak perlu berjanji, karena sanksi kepada pihak yang melanggar regulasi adalah mutlak. PSSI hanya butuh konsisten menerapkan regulasi kompetisi. Bukan malah jadi hakim yang berlandaskan kompromi.

Selama dua pekan kompetisi dihentikan, PSSI tidak mengajak perwakilan klub Liga 1 2018 duduk bersama untuk membuat landasan regulasi bagi kasus serupa. Artinya, harus ada landasan hukum yang sama bila kasus Haringga terjadi di kemudian hari.

PSSI hanya mengeluarkan sejumlah keputusan yang tak lepas dari kritik. Sebab, PSSI terkesan hanya menjadi hakim dan tidak berlaku sebagai "induk" yang seharusnya memunculkan ide segar untuk mencegah potensi adanya 'Haringga-Haringga' lain.

Arema berhasil mengalahkan Persebaya 1-0 di Stadion Kanjuruhan.Arema berhasil mengalahkan Persebaya 1-0 di Stadion Kanjuruhan. (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)
Salah satu sanksi yang ambigu adalah larangan menonton seumur hidup bagi pelaku pengeroyokan Haringga. Memang PSSI punya teknologi pendukung scan wajah atau pembelian tiket yang harus menyertakan nomor identitas si pelaku?

Sanksi larangan menonton seumur hidup terkesan hanya formalitas karena sistem penjualan tiket sepak bola di Indonesia belum memenuhi standar pengawasan. Berbeda dengan di liga-liga Eropa yang menggunakan identitas resmi si penonton untuk masuk stadion.

Jika tak mampu membuat regulasi paten untuk mencegah konflik antarsuporter, maka jangan salahkan prasangka negatif yang bisa datang dari klub anggota lainnya.

Sanksi Abu-Abu

Sanksi yang akan dikeluarkan PSSI terhadap Aremania nantinya juga diprediksi tak akan menimbulkan efek jera jika tak ada sanksi berat. Apalagi merujuk kasus suporter Persib yang dengan mudah mengakali sanksi karet PSSI soal larangan menonton ke stadion pada 2017.

Pada Juli tahun lalu misalnya. Komdis PSSI menjatuhkan sanksi tanpa penonton di lima pertandingan akibat tingkah laku suporter Persib yang terbukti menyalakan flare, melakukan pelemparan botol ke dalam lapangan, pemukulan terhadap ofisial tim lawan, dan pengeroyokan suporter.

PSSI dituntut konsisten dalam memberikan hukuman.PSSI dituntut konsisten dalam memberikan hukuman. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Tapi, Bobotoh tetap datang dengan pakaian biasa dan meninggalkan atributnya di rumah. Sanksi ini menjadi sia-sia dan memunculkan prasangka bahwa pengelola liga tak mau kehilangan pemasukan dari penjualan tiket.

Sanksi Komdis PSSI model seperti ini banyak terjadi. Ambigu, rentan dibantah, dan cenderung abu-abu. Hasilnya, suporter tak jera meski klubnya juga disanksi denda.

Dalam kasus suporter Arema, PSSI sudah berjanji untuk melayangkan sanksi sesuai dengan regulasi. Namun, hukuman yang diberikan kemungkinan besar tak tegas sehingga tak menimbulkan efek jera. Padahal, ujaran kebencian sudah jadi 'doktrin' yang terbukti jadi bensin untuk memudahkan kebakaran hebat terjadi lagi, lagi, dan lagi. (jun/har)

Let's block ads! (Why?)

from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2NvAfEC

No comments:

Post a Comment