"Berdasarakan keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 tahun 2018, vaksin yang mengandung sel manusia (human diploid cell) dan unsur kulit babi itu haram, tapi penggunaannya masih diperbolehkan sebelum ada penggantinya yang halal," kata Bamsoet, seperti yang dikutip dari Antara, Rabu (22/8).
Bamsoet mengatakan salah satu isi fatwa itu menyebut pemberian vaksin MR diperbolehkan dalam situasi tertentu atau keadaan terpaksa.
Ini berarti, penggunaan vaksin untuk imunisasi masih boleh dilakukan sampai ditemukan penggantinya yang halal.
Itu sebabnya ia meminta Kemenkes, para peneliti, dan para pelaku usaha yang bertanggung jawab menyediakan vaksin MR untuk melakukan riset dan mencari alternatif pengganti yang halal.
Selain itu, Bamsoet juga meminta Organisasi Kesehatan Dunia milik PBB (WHO) untuk lebih memperhatikan negara-negara yang penduduknya mayoritas umat Muslim terkait penyediaan obat-obatan serta vaksin yang halal.
Sebelumnya, Komisi Fatwa MUI memutuskan pada Senin (20/8) bahwa vaksin MR buatan SII haram digunakan untuk imunisasi, kecuali dalam kondisi darurat.
"Selama tidak ada vaksin pengganti yang halal boleh digunakan, tapi setelah ada vaksin yang halal maka tidak boleh digunakan," ujar Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin Abdul Fattah.
Lebih lanjut, MUI juga memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar menjamin ketersediaan vaksin halal demi kepentingan imunisasi masyarakat.
"Pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan," demikian tertulis dalam rekomendasi Komisi Fatwa MUI.
(agr/arh) from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2PxIpi7
No comments:
Post a Comment