Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan mencatat, Agustus dan September kemarin justru terjadi deflasi masing-masing 0,05 dan 0,18 persen. Kekuatan indikator ekonomi juga tercermin dari pertumbuhan yang sampai dengan kuartal II 2018 masih bisa mencapai 5,27 persen.
Ani mengatakan kekuatan tersebut bisa membendung pelemahan rupiah yang terjadi akibat faktor global. Ia yakin, kondisi ekonomi tersebut akan terus terjaga seiring dengan perbaikan konsumsi, investasi dan belanja pemerintah.
"Dari sisi kebijakan, kami bersama dengan otoritas moneter tentu akan merespon kondisi tersebut. Di satu sisi tentunya kami harus mengunci indikator makroekonomi," katanya di Komplek Istana Negara, Selasa (2/10).
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melansir angka NPL tercatat 2,73 persen dan CAR di angka 22,56 persen di Juli 2018. Adapun, angka NPL itu membaik dari 2,9 persen dan CAR pun tak berubah banyak dari posisi Januari yakni 23,43 persen. Padahal, di saat yang bersamaan, rupiah mengalami depresiasi 6,43 persen.
"Jadi kalau mengalami adjustment hingga Rp15 ribu, saya rasa ini akan terjadi perbaikan di perbankan," imbuh dia.
Nilai tukar rupiah pada perdagangan siang ini menembus level psikologis Rp15 ribu per dolar AS. Posisi tersebut melemah 89 poin dibandingkan penutupan kemarin yang berada di level Rp14,910 per dolar AS.
Hingga pukul 11.30 WIB, rupiah diperdagangkan di level Rp15.001 per dolar AS. Dengan posisi tersebut, sepanjang tahun ini, rupiah tercatat telah melemah di atas 10 persen.
Posisi rupiah ini merupakan yang terlemah dalam beberapa tahun terakhir. Pelemahan rupiah terjadi sejalan dengan penguatan dolar AS terhadap hampir semua mata uang lainnya.
No comments:
Post a Comment