Pages

Saturday, October 6, 2018

Raden Haji Oma: Antara Musisi, Mubalig dan Politisi

Jakarta, CNN Indonesia --
Amerika Serikat boleh bangga memiliki Michael Jakcson yang dijuluki King of Pop. Tapi Indonesia juga bisa berbangga karena memiliki Rhoma Irama yang dijuluki Raja Dangdut.

Sang Raja Dangdut akan memuaskan dahaga penggemarnya pada malam ini, Sabtu (6/10), melalui sebuah konser di hari kedua Synchronize Fest 2018.

Predikat Raja Dangdut yang disematkan pada pria kelahiran Tasikmalaya ini rasanya tidak berlebihan. Mengingat, ia berperan membuat suara musik dangdut terus terdengar sejak dekade '60-an sampai saat ini.

Bahkan sampai rocker Benny Subardja mengatakan dangdut sebagai 'musik t*i anj*ng', Rhoma tetap setia pada dangdut.

Menengok ke belakang, Rhoma lahir dengan nama Oma Irama pada 11 Desember 1946. Kata Irama diberikan karena ibunda Oma melahirkannya sesusai ayahanda menonton grup sandiwara Irama Baru.

Entah kebetulan atau tidak, nama Irama sangat tepat untuk Oma karena berproferi sebagai musisi, walau kini ia lebih sering tampil sebagai politisi.

Oma mulai efektif bersentuhan dengan musik pada era 1960-an dengan mendengarkan musik rock dan pop asal Amerika Serikat dan Inggris.

Sampai kemudian, ia menjadi vokalis band Gayhand dan Tornado dengan memainkan lagu musisi lain. Bisa dibilang era tersebut adalah masa jatuh bangun Oma sebelum menjadi raja.


Dalam buku Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia karya Andrew N. Weintraub, saat itu dua grup yang digawangi Oma tampil di pesta-pesta lingkungan orang kaya Jakarta. Di sisi lain, Oma juga tampil bersama grup orkes musik Melayu di lingkungan yang lebih miskin.

Seiring berjalannya waktu, Oma hengkang dari Gayhan dan Tornado dengan gabung bersama Orkes Melayu Chandraleka.

Orkes yang dipimpin Umar Alatas itu mempertemukan dirinya dengan Elvy Sukaesih yang kini dikenal sebagai Ratu Dangdut. Orkes ini juga menjadi jalan Oma membentuk band dangdut bernama Soneta pada 1970.

Kala masih menjalani masa awal berdangdut, Oma menunaikan ibadah haji pada 1975. Sepulangnya dari Tanah Suci, ia menambahkan huruf 'Rh' yang berarti Raden Haji depan kata 'Oma' sehingga dibaca Rhoma.

Sejak itulah musisi yang kini berusia 71 tahun dipanggil Rhoma, bukan Oma.

Karier musiknya dengan Soneta sangat sukses dengan memiliki penggemar sebanyak 15 juta pada tahun itu. Bahkan mereka total mendapatkan 11 Golden Record berkat penjualan kaset-kaset berbagai album yang terdapat lagu hits.

Sampai saat ini lagu Begadang, Darah Muda, Gali Lobang Tutup Lobang dan Judi masih terdengar lewat berbagai platform.

Bukan sekadar bermusik, pada 1973 Rhoma mendeklarasikan Soneta sebagai The Voice of Muslims. Ia ingin musik bukan hanya berfungsi sebagai medium hiburan, tapi juga sebagai medium informasi, edukasi dan dakwah.

Hal ini membuat irisan antara musik dengan dakwahnya sangat lekat dan susah dibedakan.

"Gagasan saya untuk membuat lagu-lagu dakwah pada saat itu rupanya merupakan hal yang aneh, terutama pagi para produser recording. Mereka menolak untuk merekam lagu-lagu dakwah, dengan alasan bahwa lagu-lagu dakwah tidak akan lagu di pasaran," kata Rhoma dikutip dari buku Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia.

Rhoma mengaku mengerti pendapat produser rekaman karena bertujuan mencari keuntungan lewat bisnis musik dan untuk bisa didapat dengan lagu komersil yang mudah dijual.

Akhirnya, Rhoma membuat lagu dakwah yag mempunyai sisi komersil dan menarik masyarakat. Toh dengan begitu dakwah akan tetap sampai ke masyarakat.

Sejak itu lahirlah lagu-lagu seperti Perjuangan dan Doa, Terserah Kita, Kabar dan Dosa, Musafir dan Haram. Lewat sederet lagu itu Rhoma mengumandangkan hidup yang harus selalu diiringi doa, jangan melakukan dosa, dan jangan berbuat sesuatu yang tergolong haram.

Posisinya sebagai pendakwah semakin sahih ketika Rhoma serius menjadi mubalig pada era 1980-an. Ia ceramah dengan menyampaikan nasihat, ajaran dan perintah agama. Ia memperkuat ceramah dengan ayat-ayat kitab suci Al-Quran.

Seperti tak puas memiliki dua profesi, Rhoma juga menjajaki karier sebagai politisi. Pada tahun 1977 sampai 1982 ia menjadi juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan.

Kembali mengutip Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia, ia mengaitkan Islam, politik dan musik saat tampil di atas panggung.

Saat tampil pada konser kampanye PPP, Rhoma membawakan lagu Begadang. Lirik yang seharusnya berbunyi 'begadang jangan bedagang, kalau tiada artinya' diganti menjadi 'menusuk boleh menusuk, asal yang ada artinya'. Lirik berikutnya turut diganti hingga berbunyi 'menusuk boleh menusuk, asal Ka'bah yang ditusuk'.

Langkah kaki Rhoma di belantara politik secara tidak langsung terhambat pada reszim Soeharto yang anti-kritik.

Lagu Rhoma yang bermuatan kritik sosial seperti lagu Hak Azasi, Rupiah dan Udang di Balik Batu seperti diharamkan pemerintah. Alhasil, ia dilarang tampil di Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai lembaga milik pemerintah.

Petengahan dekade '80-an, Rhoma pindah ke Partai Golongan Karya, yang saat itu dinahkodai Soeharto, agar tidak dilarang. Ia seperti menjadi penarik suara bagi partai berlambang beringin itu.

Pada 2015, Rhoma mendirikan partai Islam Damai Aman yang disingkat menjadi Partai Idaman.

Sayang, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan uji materiil Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang verifikasi partai politik yang diajukan Partai Idaman. Dengan begitu, Partai Idaman dipastikan tak bisa maju dalam pemilihan umum 2019.

Rhoma mencari celah agar tetap bisa berpacu di Pemilihan Umum 2019 dengan bergabung bersama Partai Amanat Nasional (PAN). Kader dan pengurus Partai Idaman akan mendaftarkan diri sebagai calon legislatif dari PAN, untuk tingkat DPR RI dan DPRD provinsi, kabupaten/kota.

Itulah Rhoma Irama Raja Dangdut. Ia memang musisi, tapi juga mubalig dan politisi. Dan bahkan, ia juga merupakan seorang aktor berkualitas. Di usianya yang senior, ia akan tampil di hadapan penonton muda Syncronize Festival 2018, malam ini.

(adp/end)

Let's block ads! (Why?)

from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2QwPWgA

No comments:

Post a Comment