Pages

Saturday, September 22, 2018

Menjadi Anak dari Ayah dan Ibu Demensia

Jakarta, CNN Indonesia -- Tengku Yazid Hamzah nyaris menceraikan istrinya, Nini Rubiyanti. Inisiatif itu sontak membuat putri ketiga mereka, Yuyun Hamzah, merasa heran. Namun, perlahan Yuyun paham bahwa keinginan pisah itu didorong oleh kondisi sang ayah yang mulai menunjukkan gejala demensia.

Saat keinginan pisah itu muncul, segala macam tuduhan buruk dilontarkan Yazid pada Nini. Hal ganjil ini jelas membuat Yuyun tak tinggal diam.

"Saya memutuskan biar mama (Nini) tidur sama saya. Tengah malam mama dicariin ayah. Lho, kok aneh," kata Yuyun bercerita mengenai gejala awal demensia yang diderita sang ayah pada CNNIndonesia.com, Kamis (20/9).

Tingkah aneh sang ayah--yang kini menginjak usia 83 tahun--tak cuma terjadi sekali itu saja. Berbagai kejadian membuat Yuyun semakin merasa ada yang ganjil dari sikap Yazid.


Tak mau tunggu waktu lama, Yuyun memeriksakan Yazid ke rumah sakit. "Dokter memberikan 10 pertanyaan. Dari 10, yang benar cuma tiga," kata dia. Setelah pemeriksaan berjalan, Yazid didiagnosis terkena demensia pada Agustus 2015 lalu.

Namun, masalah tak berhenti di situ. Nini, sang ibu, pelan-pelan mengikuti jejak Yazid dengan menunjukkan gejala demensia ringan. Nini kerap marah dan mengulang pertanyaan yang sama.

Jaga Orang Tua

Mengetahui kenyataan demensia menyerang kedua orang tuanya tentu bukan hal yang mudah bagi Yuyun. Dia tak sampai hati membiarkan Yazid dan Nini tinggal berdua saja tanpa ada yang menemani.

Dua tahun terakhir, hidup Yuyun berubah drastis. Dia yang gemar traveling kini harus menghabiskan waktunya di rumah. Yuyun meninggalkan pekerjaannya di Bandung untuk kemudian pindah ke kediaman orangtuanya di Bogor. Di sana, sepenuh hati dia mengurus Yazid dan Nini yang 'baru'.

"Satu tahun pertama saya enggak kuat. Perilaku ayah berubah-ubah. Sekarang apa, besok apa. Stres saya menghadapi itu. Saya waktu itu masih separuh menerima (kondisi ayah)," tutur Yuyun berkisah.


Sehari-hari, Yuyun berhadapan dengan berbagai tingkah pola kedua orang tuanya yang 'ajaib', terutama sang ayah. Sosok Yazid yang aktif dan Nini yang lemah lembut kini sirna di hadapan Yuyun.

Padahal, kata Yuyun, sebelum ini Yazid adalah sesosok seorang pengusaha yang menyukai tantangan. Namun, kesukaan Yazid pada tantangan itu perlahan membuatnya kerap merasa stres.

Stres yang diderita Yazid bisa jadi salah satu pemicu demensia yang kini menyerangnya. Pasalnya, selain faktor genetik, demensia juga disebabkan oleh gaya hidup buruk semasa masih aktif. Stres menjadi salah satu patokan pemicu demensia.

Untungnya, kondisi demensia yang menyerang Nini tak separah Yazid. Kendati demikian, bagi Yuyun, Nini tetaplah jadi pribadi yang berbeda saat ini.

Konon, sabar itu berbatas. Tapi bagi Yuyun, sikap sabar itu terkadang sirna. Dia 'gemas' saat tahu Yazid buang air kecil di pojok rumah atau tiba-tiba mengamuk.


"Ketika saya mendekati 'burn out', saya memilih 'melarikan diri'. Menyegarkan otak naik mobil, keliling, masuk supermarket. Cuma masuk, enggak beli apa-apa, lalu balik ke rumah," ujar Yuyun bercerita tentang caranya menghindari stres.

Demensia membuat orang tuanya seolah menjadi sosok yang asing bagi Yuyun. Bahkan, Yazid sampai-sampai tak mengenali Yuyun.

Namun, hal-hal seperti itu tak membuat Yuyun dongkol. Apa pun tetap dilakukan agar Yazid dan Nini bahagia.

"Semuanya apa yang kami lakukan untuk ayah dan mama, yang penting mereka happy," ujar Yuyun. (els/asr)

Let's block ads! (Why?)

from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2OIlnEg

No comments:

Post a Comment