Pagi itu, Atikah mendapat kabar lewat sebuah pesan siaran, isinya undangan untuk mengikuti aksi unjuk rasa menolak Ahmadiyah di Kota Depok, Jumat (31/1).
Atikah datang sendiri. Ia diantar ojek online dari rumahnya yang tak jauh dari lokasi aksi unjuk rasa di Jalan Muchtar Raya, Sawangan, Kota Depok. Dari lokasi ke rumah Atikah berjarak sekitar 15 menit mengendarai sepeda motor di Kelurahan Pasir Putih, Sawangan, Kota Depok.
"Kalau kami yang namanya pergerakan Islam, mau bentuknya apa aja, mujahid-mujahidah itu pasti cukup dengan WA," kata Atikah saat ditemui di lokasi aksi.
"Ini mau hujan lagi. Tapi enggak peduli kalo mau hujan," katanya lagi.
Aksi unjuk rasa atas nama Islam bukan kali pertama diikuti Atikah. Berjilid-jilid aksi bela Islam seperti aksi 212 maupun reuninya di Jakarta sudah Atikah ikuti semuanya.
"Ikut kami. Di Monas. Lapangan. Di mana aja. Kami biasanya pemasok makanan," kata Atikah saat dihubungi CNNIndoneaia.com, Sabtu (1/2).
Aksi tolak Ahmadiyah di Sawangan, Depok, Jawa Barat. (CNN Indonesia/Thohirin)
|
"Selama ini kan banyak yang tidak peduli dengan keadaan sekarang. Tapi dengan dia baik di tengah padang pasir, dialah yang menggerakkan itu semua," kata Atikah.
Dialog Agama
Dari seberang jalan, seorang perempuan paruh baya mendatangi Atikah. Ia memberi salam, lalu mengajak Atikah memasuki sebuah area bangunan yang posisinya persis di seberang tempat Atikah duduk sebelumnya.
Area itu tertutup rapat oleh pagar dari luar. Sejumlah aparat dari kepolisian sudah berjaga di dalamnya. Di depannya, sebuah plang kecil tertancap dengan papan pengumumannya yang mulai buram. Itu adalah plang segel yang sudah dipasang sejak 2017.
Melewati pagar, Atikah mendapati aparat yang sudah berjaga. Ia lalu diajak masuk ke sebuah aula di dalam bangunan bertingkat. Belakangan Atikah menyadari bahwa itu adalah tempat yang disasar dalam unjuk rasa.
"Feeling saya, wah ini yang mau diperangi ini. Ini Ahmadiyah, ya? Saya langsung tanya gitu. Saya awalnya salah. Kecele," tutur Atikah.
Atikah usai berdialog di masjid jemaat Ahmadiyah Depok. (CNN Indonesia/Thohirin)
|
"Sekarang ini kita enggak bisa berpikir agama turunan. Orang tua kita Islam, kita Islam. Tapi bagaimana cara kita menggali Islam tersebut. Betul, enggak? Saya nasihati," ujar Atikah.
Atikah menjelaskan, selama pembicaraan itu, ia dan salah satu jemaat Ahmadiyah membicarakan alasan Ahmadiyah dianggap sesat oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Namun demikian, Atikah menyadari keyakinan, meski telah dianggap sesat tidak mudah untuk diubah. Sebab, boleh jadi itu sudah diyakini sejak kecil.
"Perkara dia memang MUI menentang aliran Ahmadiyah itu boleh saja, karena mereka orang hebat di atas dan tahu. Itu kan aliran sesat," kata Atikah.
"Tapi kan untuk menggali respons itu tidak semudah itu," imbuhnya.
Oleh karena itu, menurut Atikah, di atas semua perbedaan itu, saling menjaga dan menghormati adalah yang lebih penting. Atikah menyadari, perbedaan dalam urusan agama tidak mudah untuk diubah.
"Tapi kalau masalah kepercayaannya saya tidak bisa juga men-judge mereka. Ini salah. Mereka sudah mengakar untuk diberantas kan begitu. Tapi tetap bersaudara dan kita tetap Islam harus bersatu mau di aliran mana," ujarnya.
Sementara itu, salah satu jemaat Ahmadiyah paruh baya, Rita Kohongya mengatakan ia dan Atikah berbicara perbedaan antara Ahmadiyah dan Islam pada umumnya. Semua pertanyaan Atikah dijawab Rita apa adanya.
"Dia mau tanya kenapa, apa sih perbedaan Ahmadiyah dengan yang lain. Ya, kami menjelaskan apa adanya," kata Rita kepada CNNIndonesia.com, usai pembicaraan keduanya.
Rita adalah warga asli Sawangan, Depok. Ia menjadi jemaat Ahmadiyah sejak kecil dan aktif di jemaat Ahmadiyah Depok sejak enam tahun lalu. Keluarganya adalah jemaat Ahmadiyah asal Sulawesi.
Lebih lanjut, ia mengatakan kedatangan Atikah adalah keberkahan bagi jemaat Ahmadiyah Sawangan Depok. Ia berharap hasil pembicaraan keduanya juga bisa disampaikan ke pihak luar.
"Dan mungkin ibu Atikah dateng satu keberkahan buat kami. Jadi supaya ibu Atikah itu dia bilang dia akan menyampaikan," katanya.
Sebelumnya, belasan orang mengatasnamakan komunitas masyarakat Sawangan menggelar aksi unjuk rasa di depan sekretariat jemaat Ahmadiyah Jalan Raya Muchtar, Sawangan, Kota Depok, Jumat (31/1). Dalam aksinya massa menolak keberadaan jemaat Ahmadiyah di Kota Depok.
Koordinator Lapangan, Rudi Suhendra meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Depok segera menghentikan kegiatan jemaat Ahmadiyah di Kota Depok. Rudi bahkan meminta agar sekretariat jemaat Ahmadiyah digusur.
"Kami berharap kalau perlu kita gusur ini tempat, enggak boleh mereka ada kegiatan di sini lagi," kata Rudi kepada CNNIndonesia.com di tempat aksi unjuk rasa, Jumat (31/1).
Ketua Jemaat Ahmadiyah Sawangan, Niza Perdana menjelaskan selama ini jemaat Ahmadiyah tak pernah ada masalah dengan warga sekitar dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Jemaat Ahmadiyah, kata Niza, bahkan kerap melakukan kegiatan bersama dengan warga.
Hal itu mereka lakukan sesuai motto Ahmadiyah. "Kalau kita intinya, Ahmadiyah ini cinta damai. Moto kita Love for All, Hatred for None."
No comments:
Post a Comment