Jalan itu dibuatkan sang suami, Febru Army, karena Romi adalah seorang difabel yang harus menggunakan kursi roda. Dalam kondisi seperti itu, Romi masih menjalankan kewajiban sebagai tenaga kesehatan lepas harian di Puskesmas Talunan.
"Karena jalan di sana masih jalan tanah ya, jadi untuk akses kursi roda yang seperti ini agak susah, agak membutuhkan tenaga yang kuat untuk mendorong. Jadi, biar mudah saya bekerja ke puskesmas, suami berinisiatif buat jalan kursi roda," kata Romi di kantor sekretariat Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Jakarta Pusat, Kamis (1/8).
Romi mengalami disabilitas yakni paraplegia (kelemahan pada tungkai kaki bawah) setelah melahirkan anak kedua lewat proses operasi. Walhasil, perempuan kelahiran 1986 itu pun harus menggunakan kursi roda dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya.
"Jalan sekitar beberapa meter. Tiga rumah dari puskesmas, masih di ruang lingkup rumah dinas di puskesmas," tuturnya.
Melihat pengorbanan suaminya itu Romi mengatakan akses untuk orang penyandang disabilitas seperti dirinya semestinya dipikirkan dan disediakan oleh pemerintah.
Meski biaya jalan tersebut didapat dari keuangan keluarganya sendiri Romi mengaku senang karena dia masih bisa memberikan pelayanan untuk masyarakat yang datang ke puskesmas.
"Harusnya kan disediakan akses oleh pemerintah tapi tidak apa-apa yang penting bisa berikan pelayanan kepada masyarakat itu lebih cukup lebih membuat hati Ami puas," kata dia yang menyebut dirinya dengan panggilan Ami tersebut.
Kisah Romi menjadi pemberitaan nasional setelah ia gagal menjadi PNS di Solok Selatan, padahal sudah lolos seleksi CPNS dengan peringkat pertama pada formasi umum. Selain itu, ia pun sudah melengkapi berkas termasuk dokumen layak kerja dari rumah sakit.
Berkas Romi tak diajukan menjadi PNS setelah Bupati Solok Selatan membatalkannya dengan alasan kondisi disabilitas.
Drg Romi Syofpa Ismael telah mengirim surat ke Presiden Jokowi soal diskriminasi yang diterimanya sebagai difabel, dan berharap dapat bertemu dengan sang kepala negara. (CNN Indonesia/Safir Makki)
|
Terkait pembatalan Romi tersebut, Ketua HDWI Maulani Rotinsulu menyatkaan Pemkab Solok Selatan telah melakukan tindakan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas. Itu, kata dia, melanggar Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang isinya mengenai hak pekerjaan.
"Tindakan tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 145 UU Penyandang Disabilitas dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 200 juta," kata Maulani.
"Ditujukan kepada pejabat yang paling bertanggung jawab dari keputusan pembatalan kelulusan Dokter Gigi Romi, yaitu Bupati Solok Selatan," tambah dia.
Unsur pidana itu bisa dikenakan jika Bupati Solok Selatan tidak juga mencabut keputusannya membatalkan kelulusan dokter Romi.
Romi sendiri tengah memperjuangkan pembatalan surat Bupati Solok Selatan yang tak meloloskan dirinya sebagian PNS pada 18 Maret 2019 lalu. Ia telah mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada 25 Maret lalu.
Selain itu, ia didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang untuk mengambil langkah ke peradilan administrasi dan pidana.
Saat ini di Jakarta, Romi telah diterima Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko hari ini di Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat. Selangkah lagi ke kantor Presiden Jokowi, Romi pun berharap bisa bertemu kepala negara untuk mengadukan nasibnya dan para penyandang disabilitas yang mengalami diskriminasi tersebut.
"Semoga bisa bertemu dengan Bapak Jokowi saya berharap bisa bertemu langsung dengan bapak mengutarakan isi hati saya sendiri dan teman-teman, menyuarakan teman-teman yang lain sebagai penyandang disabilitas," ujar Romi di Kantor HWDI.
Romi mengaku dirinya sangat sedih saat tau dibatalkan kelulusannya. Oleh karena itu ia mengatakan tidak tau harus mengadu ke siapa lagi dan memutuskan untuk menulis surat tersebut.
"Ami meminta memohon keadilan untuk melindungi hak-hak Ami sebagai perempuan penyandang disabilitas karena enggak tau lagi mau minta keadilan sama siapa karena proses yang dilewati ini, itu cukup buntu," kata Romi menjelaskan alasan dirinya langsung mengirim surat ke Jokowi pada Maret lalu.
Ia pun menyatakan bakal berkoordinasi dengan instansi terkait seperti Kemenpan RB dan Kementerian Dalam Negeri terkait nasib dokter Ami. Ia ingin masalah dokter Ami mendapatkan solusi yang bijaksana.
"Akan kami komunikasikan. Saya akan coba segera komunikasikan dengan beliau bagaimana ini mencari jalan keluar," kata mantan Panglima TNI tersebut.
Sementara itu, Maulani dari HWDI menyatakan apa yang telah dialami Romi adalah pelanggaran kewajiban oleh pemerintah daerah untuk memenuhi kewajiban formasi pekerja disabilitas minimal 2 persen dari keseluruhan
Itu, kata Romi, sudah jelas diatur dalam Pasal 53 ayat 1 UU Penyandang Disabilitas. Di dalam Pasal 45 juga, lanjut Maulani, disebutkan pemda wajib memproses rekrutmen, penempatan dan keberlanjutan kerja serta pengembangan karier penyandang disabilitas tanpa melakukan diskriminasi.
Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah menghapus kelompok formasi penyandang disabilitas dalam proses seleksi CPNS. Selain itu, Pemerintah didorong menyediakan fasilitas yang layak untuk penyandang disabilitas.
"Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyediakan aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas yang mengikuti CPNS dimanapun dan formasi apapun, sehingga tidak ada lagi Kementeria/Lembaga atau organisasi pemerintah daerah yang menolak mempekerjakan seseorang dengan alasan disabilitas," jelas Maulani yang juga bagian dari Pokja UU Penyandang Disabilitas tersebut.
Sementara itu, dikutip dari akun instagram Humas Solok Selatan, Ketua Panselda CPNS 2018 Yulian Efi menyatakan proses pembatalan kelulusan Romi sudah melalui berbagai tahapan dan mekanisme sesuai peraturan dan perundang-undangan, serta konsultasi kepada pihak-pihak terkait.
"Yang bersangkutan diputuskan dibatalkan kelulusannya karena tidak memenuhi persyaratan umum pada formasi umum penerimaan CPNS 2018 yaitu sehat jasmani dan rohani sesuai persyaratan jabatan yang dilamar, sesuai dengan Surat Kepala Badan PPSDM Kementrian Kesehatan Nomor : KP-01-02/I/0658/2019 Tanggal 25 Februari 2019," demikian keterangan Yulian, 25 Juli 2019.
"Pembatalan kelulusan tersebut telah memenuhi ketentuan yang berlaku yang dibuktikan dengan keluarnya persetujuan CPNS cadangan sesuai dengan surat Kepala BKN Nomor : K.06-30/B5410/I/19.03 Tanggal 1 April tentang Penyampaian Hasil Integrasi Nilai SKD-SKB CPNS Pemkab Solsel Tahun 2018," demikian poin berikutnya dalam pernyataan tersebut.
[Gambas:Video CNN] (ani/kid)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2T00Xtu
No comments:
Post a Comment