FA dan AH ditangkap di Jakarta Barat pada 28 Mei 2019 dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya menyebarkan video tersebut melalui Facebook.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan berdasarkan keterangan dua tersangka, mereka mendapatkan konten video itu dari Grup WhatsApp.
"Tersangka mengaku termotivasi untuk melakukan perbuatan tersebut karena tersangka sering mendengar dan menonton ceramah Ustaz HRS melalui media sosial YouTube sehingga tersangka tidak suka dengan pemerintahan sekarang ini," kata Dedi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (31/5).
Kata Dedi, polisi menangkap keduanya setelah mendapatkan informasi tentang beredarnya video Kapolri dan Panglima TNI pada saat melakukan inspeksi pasukan pengamanan Pilpres 2019.
Dedi mengatakan video yang beredar merupakan video yang telah diedit, sehingga terkesan Kapolri menyebutkan masyarakat boleh ditembak. Padahal video pernyataan Tito tersebut telah diedit dan tidak utuh.
Bahkan, pada unggahan video tersebut, FA menambahkan keterangan, 'Maksudnya apa ya masyarakat boleh ditembak?'
Dedi menjelaskan, video aslinya menampilkan pernyataan Tito yang sedang bertanya kepada anggota Brimob.
"Saya mau tanya, kalau di lapangan tiba-tiba ada orang bawa parang mau membunuh masyarakat, boleh enggak ditembak?".
Dan pertanyaan Tito pun dijawab "Siap, boleh Jenderal."
Polisi menyita dua handphone dan dua kartu sim milik AH dan FA.
Keduanya dijerat pasal 51 Juncto Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) dan/atau 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
[Gambas:Video CNN] (gst/ugo)
No comments:
Post a Comment