Pages

Tuesday, November 13, 2018

Soal Nasib Pencalegan OSO, KPU Undang Pakar Hukum Tata Negara

Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berencana mengundang ahli hukum tata negara untuk dimintai pendapatnya perihal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) terkait pengurus partai politik menjadi calon anggota legislatif Dewan Perwakilan Daerah (Caleg DPD) pada pemilu 2019.

Permintaan pendapat ini sebagai upaya KPU dalam menindaklanjuti putusan MA atas gugatan yang diajukan Oesman Sapta Odang (OSO), Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) yang mengajukan diri menjadi caleg DPD untuk pemilu 2019 namun dinyatakan tidak memenuhi syarat.

"Kami berencana undang ahli hukum tata negara," kata Ketua KPU, Arief Budiman di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/11).

Dalam putusan MK Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang terbit pada 23 Juli 2018, ditegaskan bahwa DPD tidak boleh diisi oleh pengurus parpol. Sedangkan MA dalam putusan nomor perkara 65/P/HUM/2018 yang terbit pada 25 Oktober 2018 menilai putusan MK tidak berlaku surut kepada peserta pemilu calon anggota DPD 2019 yang telah mengikuti tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan pemilu 2019 sesuai PKPU 7/2017. Oleh karena itu, putusan MK baru berlaku pada tahapan pemilu berikutnya.


Untuk diketahui, dalam konteks ini OSO sebelumnya mengajukan diri menjadi caleg DPD. Kemudian nama OSO masuk ke dalam daftar calon sementara. Dalam fase ini, terbitlah putusan MK yang menyatakan bahwa DPD tidak boleh diisi pengurus parpol.

KPU menindaklanjuti putusan MK itu dengan memperbarui Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota DPD. Di dalamnya mensyaratkan lampiran surat pengunduran diri dari parpol yang menaunginya. KPU juga mengirim surat ke OSO agar segera melampirkan surat pengunduran diri dari partai Hanura.

Namun, hingga batas waktu penetapan daftar calon tetap (DCT) pada 20 September 2018, OSO tak kunjung menyerahkan surat tersebut. Karena itu, KPU mencoret nama OSO dengan pertimbangan tidak memenuhi syarat pencalonan.


Arief mengatakan permintaan pendapat dari para pakar hukum guna menambah referensi KPU dalam mengambil keputusan menindaklanjuti putusan MA karena bertolakbelakang dengan putusan MK. Seiring dengan itu, KPU saat ini juga masih mengkaji putusan MA.

"Dalam pandangan kami kan putusan MK jelas eksplisit mengatakan itu berlaku pemilu 2019," kata Arief.

Selain meminta pendapat dari para pakar hukum tata negara, kata Arief, pihaknya juga akan meminta pandangan MA dan MK menyikapi persoalan ini. Pertemuan dengan MA dan MK akan dilakukan secara terpisah. Terkait dengan waktu atas berbagai pertemuan yang direncanakan itu, Arief belum bisa memastikan.

Meskipun meminta pendapat dari berbagai pihak,NamunArief memastikan bahwa saran dan pandangan mereka hanya sebagai referensibagiKPU mengambil kesimpulan dalam menindaklanjuti putusan MA.

Soal Nasib Pencalegan OSO, KPU Undang Pakar Hukum Tata NegaraOesman Sapta Odang. Foto: CNN Indonesia/Abi Sarwanto

"Mereka boleh memberikan pendapat apa pun, tapi kami yang akan memutuskan ditindaklanjutinya seperti apa. Pasti kita tindaklanjuti (putusan MA). Tapi bagaimana tindak lanjutnya, KPU tidak ingin salah memahami," ujar Arief.


Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra selaku pengacara OSO menilai putusan MA berimplikasi pada keharusan KPU memasukan nama OSO ke dalam jajaran caleg DPD Pemilu 2019. Putusan MA menjadi penegas bahwa aturan melampirkan surat pengunduran diri dari parpol untuk menjadi caleg DPD baru berlaku pada pemilu 2024.

"Putusan MA tidaklah membatalkan putusan MK, tetapi membatalkan PKPU (aturan soal lampiran surat mundur dari parpol), karena dinilai PKPU tersebut membuat aturan yang berlaku surut," kata Yusril melalui keterangan tertulisnya, Selasa (30/10). (fri/ain)

Let's block ads! (Why?)

from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2FhxBTR

No comments:

Post a Comment