
Hal ini sehubungan dengan terbitnya putusa Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang mengabulkan gugatan diajukan OSO. Gugatan yang diajukannya itu terkait pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah oleh pengurus partai partai politik.
Terkait gugatan yang diajukan OSO, Majelis Hakim PTUN menyatakan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
Kemudian, majelis hakim PTUN juga memerintahkan KPU menerbitkan keputusan baru yang di dalamnya mencantumkan nama OSO sebagai Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019.
Karena, kata Yusril, putusan MK itu muncul setelah proses berjalan, yakni sudah masuk tahap pendaftaran calon legislatif dan penetapan daftar calon sementara (DCS). Maka dari itu, sedianya aturan terkait seseorang harus mundur dari parpol jika ingin mencalonkan diri sebagai caleg DPD baru bisa berlaku pada pemilu berikutnya.
"Pertimbangan majelis sama persis dengan gugatan kami. Intinya KPU melanggar aspek prosedur dan substansi karena memberlakukan putusan MK secara surut," kata Yusril.
Untuk diketahui, dalam konteks ini OSO sebelumnya mengajukan diri menjadi caleg DPD. Kemudian nama OSO masuk ke dalam daftar calon sementara.
Dalam fase ini, terbitlah putusan MK yang menyatakan bahwa DPD tidak boleh diisi pengurus parpol.
KPU menindaklanjuti putusan MK itu dengan memperbarui Peraturan KPU (PKPU) tentang pencalonan anggota DPD. Di dalamnya mensyaratkan lampiran surat pengunduran diri dari parpol yang menaunginya. KPU juga mengirim surat ke OSO agar segera melampirkan surat pengunduran diri dari Partai Hanura.
Namun, hingga batas waktu penetapan daftar calon tetap (DCT) pada 20 September 2018, OSO tak kunjung menyerahkan surat tersebut. Karena itu, KPU mencoret nama OSO dengan pertimbangan tidak memenuhi syarat pencalonan.
(fhr/dea)
from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2Dkz4WZ
No comments:
Post a Comment