
"Kalau menandai surat suara, tidak ada (landasan hukumnya). Itu berbahaya. Kami tidak setuju, karena dalam kertas suara tidak boleh ada perbedaan antara caleg yang satu dengan yang lain. Itu diskriminatif," kata Ketua DPP PKB Muhammad Lukman Edy saat ditemui di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (17/9).
Lukman mengaku khawatir terjadi salah paham jika surat suara diberi tanda tertentu. Misalnya, warga yang akan mencoblos justru menganggap nama yang diwarnai itu merupakan nama-nama caleg yang harus dipilih.
Menurut dia supaya warga paham siapa saja caleg mantan napi korupsi, Lukman mengusulkan supaya lebih baik memasang papan pengumuman di depan Tempat Pemungutas Suara (TPS).
Lukman kemudian menyinggung soal putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015 yang di dalamnya membolehkan mantan napi korupsi menjadi caleg secara bersyarat, yakni secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
"Kami usulkan kalau mau progresif, umumkan langsung di pintu TPS, ini caleg yang mantan napi. Itu dibolehkan, ada landasan hukumnya, putusan MK," kata Lukman.
Usulan terkait memberi tanda kertas suara pada nama-nama caleg mantan napi korupsi muncul setelah MA memutuskan bahwa mereka bisa mendaftar menjadi caleg. Cara ini sebagai antisipasi agar masyarakat bisa memilih caleg-caleg yang tidak pernah terlibat kasus korupsi.
Meski demikian, KPU belum memutuskan mengenai langkah yang akan diambil. KPU menyatakan akan mengkaji dahulu bunyi putusan MA, setelah itu mengambil langkah menanggapi hal ini.
Di sisi lain perlu diatur ke dalam Peraturan KPU (PKPU) terlebih dahulu, jika opsi memberi tanda surat suara pada nama-nama caleg mantan napi korupsi digunakan.
No comments:
Post a Comment