
Kritik mereka sampaikan terkait penetaan kenaikan kuota yang dilakukan tanpa koordinasi dengan industri batu bara. Ketua APBI Pandu Patria Sjahrir mengatakan kenaikan tersebut memang di satu sisi bisa berdampak pada perbaikan defisit transaksi berjalan.
Tapi, di sisi lain kebijakan tersebut justru merugikan industri. Pasalnya, kenaikan produksi bisa menekan harga batu bara.
Dan ketakutan tersebut kata Pandu terbukti. Harga rata-rata batu bara dunia saat ini berada di bawah US$90 per ton.
Padahal, sebelumnya harga batu bara masih bisa lebih dari US$100 per ton. Pasar kata Pandu telah menangkap sinyal bahwa Indonesia sebagai salah satu produsen batu bara terbesar akan menaikkan produksinya, sehingga harganya tertekan.
"Karena 100 juta ton itu setara produksi Afrika Selatan, dan benar ketakutan tersebut telah terjadi, dalam tiga minggu terakhir harga batu bara turun luar biasa," katanya, Selasa (4/9).
Kendati kuota produksi naik, Pandu mengatakan industri berhati-hati dalam mengerek produksi dan ekspornya demi menjaga harga. Untuk PT Toba Bara Sejahtra Tbk produksi tetap di kisaran 6 juta ton tahun ini, dengan 98 persen produksi dialokasikan untuk diekspor.
Pemenuhan DMO dilakukan perusahaan dengan transfer kuota batu bara dengan perusahaan lain yang porsi penjualan DMO telah mencapai lebih dari 25 persen.
"Kami ingin membantu juga soal defisit transaksi berjalan tetapi caranya harus dengan baik," ujar Pandu yang juga menjabat sebagai Direktur Toba Bara Sejahtra.
No comments:
Post a Comment