Pages

Wednesday, January 30, 2019

Buni Yani Ajukan Penangguhan Eksekusi ke MA

Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Buni Yani bersama tim kuasa hukumnya menyatakan akan mengajukan penangguhan eksekusi penahanan kepada Mahkamah Agung (MA).

Sebelumnya Buni telah mengaku mendapat panggilan dari Kejaksaan Negeri Depok untuk dipenjara pada 1 Februari.

"Pertama PK (peninjauan kembali) kita akan lakukan. Selain PK, kita memohon fatwa kejelasan MA atas keputusan kasasi. Kita akan mohon fatwa sebenarnya putusan kabur ini bagaimana," jelas kuasa hukum Buni, Aldwin Rahardian dalam konferensi pers di kantor ormas dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jawara dan Pengacara (Bang Japar), Rabu (30/1).

Sampai pengajuan PK tersebut dilakukan, kata Aldwin, tidak boleh ada eksekusi yang dilakukan.

Aldwin menjelaskan dalam putusan kasasi tersebut tidak ada kalimat yang menguatkan atau tidak menguatkan putusan sebelumnya. Dalam putusan itu hanya terdapat dua poin.

"Menolak pemohon kasasi 1 dari jaksa penuntut umum pada kejaksaan Depok dan pemohon kasasi 2 Buni Yani," jelasnya.

Menurut Aldwin pada poin kedua yang membebankan biaya perkara adalah putusan yang bisa dieksekusi.

"Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara Rp 2.500," ucap Adlwin.

Oleh karena itu, Aldwin bersama timnya menilai putusan tersebut tidak memiliki kepastian hukum. Ia menilai putusan tersebut kabur apabila kejaksaan menginginkan penahanan Buni.

Aldwin juga berpendapat ketiga hakim yang memutus kasasi itu adalah hakim-hakim yang memang memiliki keputusan yang kontroversial lantaran mereka adalah hakim yang memutus untuk kasus Baiq Nuril juga yang dijerat Undang-Undang ITE.

Selain itu, lanjut Aldwin, putusan itu memiliki beberapa kesalahan teknis. Di antaranya, umur Buni tercantum 48 tahun.

"Buni Yani putusan umur 48 tahun padahal umur pak Buni 50 tahun. Ini Buni Yani yang mana?," kata Aldwin.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon yang juga turut hadir dalam konferensi pers menilai putusan tersebut tidak sesuai dengan apa yang dilakukan Buni.

"Buni Yani tidak ada apa-apa. Saya masih ingat melaporkan kepada kami kan sebagai pengaduan masyarakat," kata Fadli.

Ia pun menganggap hal tersebut merupakan strategi yang digunakan pemerintah agar tidak ada yang bergerak melawan pemerintah.

Menurut, Fadli hal ini juga bisa menurunkan elektabilitas paslon nomor urut 01 di Pilpres 2019.

"Ya mereka maksudnya mau membungkam mau menakut-nakuti orang supaya tidak kritik pemerintah," kata dia.

"Nanti elektabilitas mereka yang makin turun," imbuhnya.

Buni dinilai menyebarkan ujaran kebencian dengan menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian terhadap masyarakat bernuansa SARA melalui unggahannya di Facebook.

Buni mengunggah video mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan menghilangkan kata 'pakai' dalam transkripannya.

Buni sempat mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi (PT) Bandung menolak permohonan itu dalam kasus UU ITE per 4 April 2018. Jaksa dan Buni pun menempuh jalur kasasi.

Sebelumnya, MA juga mengatakan peluang untuk mengajukan PK terbuka bagi Buni. Namun, PK itu baru bisa diajukan setelah jaksa melakukan eksekusi. (ani/fea)

Let's block ads! (Why?)

from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping http://bit.ly/2BdKTMP

No comments:

Post a Comment