Pages

Tuesday, October 2, 2018

Dolar AS Tembus Rp15 Ribu, Waspada Kenaikan Harga Tahun Depan

Jakarta, CNN Indonesia -- Nilai tukar rupiah pada perdagangan siang ini menembus level Rp15 ribu per dolar AS. Meski pelemahannya sepanjang tahun ini sudah mencapai 10,64 persen, dampaknya ke perekonomian riil masih minim.

Hal ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menurun atau deflasi dua bulan berturut-turut. Alhasil, inflasi tahun berjalan dan tahunan tercatat terjaga di level yang rendah, masing-masing 1,94 persen dan 2,88 persen.

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi saat ini, tak akan membuat masyarakat kaget. Pasalnya, pelemahan terjadi secara bertahap.

Selain itu, pengusaha juga belum melakukan penyesuaian harga, meski bahan baku atau biaya produksi sudah terdampak pelemahan rupiah.

"Pengusaha masih tahan harga, Oktober kemungkinan mereka baru mulai naikkan harga," ujar David kepada CNNIndonesia.com, Selasa (2/10).


Tak heran Indeks Harga Konsumen (IHK) dalam dua bulan berturut-turut justru mengalami penurunan atau deflasi. Kendati deflasi terjadi di tengah pelemahan rupiah, David memastikan daya beli masyarakat masing terjaga.

Hal ini, menurut dia, lantaran penurunan harga lebih banyak didorong komponen harga yang bergejolak, terutama pangan. Sedangkan inflasi inti yang mencerminkan kondisi perekonomian semasih mencatatkan kenaikan.

Berdasarkan data BPS, IHK kompenen inti pada September tercatat mengalami kenaikan atau inflasi sebesar 0,28 persen.

"Kalau lihat perekonomian dan daya beli itu, bisa dilihat di inflasi inti," jelas dia.


Dengan kondisi inflasi tahun berjalan yang masih dibawah 2 persen, ia yakin inflasi hingga akhir tahun akan berada di kisaran 3 persen. Namun, ia menyebut ada potensi inflasi meningkat tajam di tahun depan.

Tahun depan, menurut dia, risiko kenaikan terutama pada komponen harga yang diatur pemerintah seperti BBM dan listrik. Pasalnya, meski pemerintah memastikan tak bakal mengerek harga hingga tahun depan, harga minyak dunia yang kian tinggi dan rupiah yang melemah makin membebani anggaran.

"Saat ini, kebijakan pemerintah masih terdistorsi oleh Pemilu. Tahun depan, setelah Pemilu, bisa saja ada penyesuaian," jelas dia.

Selain harga BBM dan listrik, menurut dia, harga barang-barang konsumsi juga berpotensi naik seiring penyesuaian yang baru dilakukan pengusaha setelah memilih menahan harga di sepanjang tahun ini, meski terbebani pelemahan rupiah.

Kedua kondisi tersebut dapat mengerek inflasi di tahun depan, jika tak diantisipasi dengan baik.

Ilustrasi daya beli.Ilustrasi daya beli.(CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)

Senada, Ekonom Bank Permata Joshua Pardede menilai deflasi yang terjadi di Agustus dan September tak mencerminkan penurunan daya beli. Meski, menurut dia, sejumlah pengusaha masih memilih menahan harga di tengah pelemahan rupiah saat ini. 

"Survei konsumen masih optimis, inflasi inti masih menunjukkan tren kenaikan," jelas dia.

Joshua menilai sepanjang pelemahan rupiah masih dalam level yang terkendali, produsen kemungkinan tak akan langsung mengerek harga. Hal ini terlihat dari masih cukup jauhnya jarak antara kenaikan harga barang dan pelemahan rupiah.

"Tapi untuk industri yang sensitif pada pelemahan rupiah diperkirakan sudah mulai menyesuaikan harga," ungkap dia.


Joshua memperkirakan dampak pelemahan rupiah pada harga barang kemungkinan baru akan terasa di tahun depan. Kondisi ini tentu dapat mengerek inflasi tahun depan berada di atas tahun ini.

"Tapi saya perkirakan inflasi tahun depan masih akan ada di kisaran 3,5 persen sesuai target BI," terang dia.

Sementara itu, Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menyebut pelemahan rupiah memang belum berdampak pada kenaikan harga konsumen. Namun, sudah mulai tercermin pada harga produsen.

"Di harga tingkat penjual, BPS sudah merilis ada kenaikan indeks harga produsen 0,88 persen," terang dia.


Berbeda dengan David dan Joshua, Bhima menilai deflasi mungkin mencerminkan gejala pelemahan daya beli masyarakat.

"Deflasi ini menunjukkan bahwa konsumsi kita sedang lemah. Nah, kalau ini terus terjadi, konsumsi rumah tangga di semester II sangat mungkin menurun dibawah 5 persen," terang dia.

Bhima pun khawatir daya beli masyarakat bakal kian melemah tahun depan. Pasalnya, ia memperkirakan hingga akhir tahun ini rupiah akan terus melemah hingga ke level Rp15.200 per dolar AS.

Pelemahan daya beli tak hanya akibat kenaikan harga seiring melemahnya rupiah, tetapi juga tingkat bunga perbankan yang kian mahal seiring terus naiknya bunga acuan BI. (mjs)

Let's block ads! (Why?)

from CNN Indonesia kalo berita gak lengkap buka link di samping https://ift.tt/2xT5gx7

No comments:

Post a Comment